Duality of mind

Minggu, 05 Agustus 2012

Kazuki's Birthday & SCREW major debut single

oh~ ouKai.. Im soooooo fxxkin happyyyyy.... because of him.. hell yeah.. him..
leader screw yg kelakuan gebleknya 11-12 sama kyan *plakk*

seperti yg kita tau, tiap hari ultah member ada live khusus 'royal night show' gitu klo ga salah *lupa
dan malam ini pun ada live ultah khusus buat Kazuki tercinta, sekaligus mereka ngumumin klo SCREW bakal debut major single "Xanadu" [as I guess before, this become a major single ._.]

betapa bahagianya saya waktu denger kabar itu, yah setelah 6 tahun dan dilompatin beberapa juniornya finally they become major..!! oh God, Im really happy for u, kazuki..
ne~ saya sedikit baca live reportnya, ternyata kazuki nangis pas itu. oh my dear, aye juga ikut berleleran air mata bacanya. yeah, I truly understand ur feelings dear.. :') setelah perjalanan screw yg ga mudah 6 tahun kebelakang. dan saya bener-bener berharap musik mereka ga berubah setelah major, kaya 'ehem' band-band kebanyakan ^^a if u kno what I mean *trollface*
walaupun pada kenyataannya, musik screw dari jaman Nanairo sampe Biran kemaren memang cukup terasa perubahan yg signifikan TvT. I missed their dark music =__=)v
menurut kuping saya sih, album paling bagus dari screw itu X-Rays, dua album setelah itu not bad sih, cuma ga bisa ngelebihin x-ray'kah?? oke saya bukan fg buta yg cuma mentingin muka porselen dan berat badan mereka, saya juga fans yg pengen denger karya terbaik mereka.. >w<)
saya bawel? banyak nuntut? emang.. problem?


oke, cukup bacotannya.. skarang kita liat new looknya~



err~ looknya menurut saya kurang viskei =__=a dari looknya aja udah bikin saya agak ketar ketir ya.. heuh..
dan ituuuuuu~~~~ ohmyGaccckkktt... bang rambutnya kenapee??? hadeuh.. meni riweuh =__=
bagus yg kemaren atuh, yg merah-merah kek jengger ayam itu.. >__<)

nah~ balik lagi ke ulang tahunnya kazuki.. saya ikutan[lagi] fansproject yg bwt screw itu.. heuheu..
kali ini saya cuma bikin letter, walaupun udah berusaha bikin gambar tapi ternyata saya ga bisa.. i have no talent at all.. =0=)

masih berhubungan sama ultahnya kazuki, tadi pagi ada live streaming niconico Tribal arivall 2012. guestnya ada screw, kra, d=out, dan born. si reika yg ultahnya barengan sama Kazuki jadi guest juga disitu. *esmosi*
keiyuu, kouki, byou, sama ryouga nyanyi happy birthday bareng-bareng buat kazuki n' reika. wkwk lucu dah, suara kouki yg paling kedengaran~ XD u kno what I mean~~ *dihajar stand mic kouki*



terus mereka dapet birthday cake gitu, ini aye comot pikunya dari twiple kazuki. keknya enak ya..



saa.. terkahir.. once again.. happy birthday my lovely dear future husband Kazuki..!!
hope u be happy, always smile for me and all people who loved u.. bcz ur simple smile can change my ruin mood!! xD


本当に愛してる心から!



Minggu, 29 Juli 2012

Golden Bomber Live feat Leda[ex-Deluhi]

yo~ minna..
saya mau cerita hasil tangkapan(??) beberapa hari yg lalu. iyak sambil nunggu sahur, saya muterin(?) yutub sama gugel, berburu bishie baru *jduaag*

dan yang saya dapatkan adalah... *tarik napas*
livenya band paling sableng sejagad jrocker, Golden Bomber. yang bikin saya seneng setengah idup. tu karena ada Leda di livenya.. Leda?? iya Leda.. once again, Ledaaaa.... XDDD

kenapa tu bocah bisa nyangkut disitu. dunno, dont ask me minna, karena saya juga ga tau.
tapi ya emang sih~ bocah GolBom sama deluhi pan deket, terbukti dari beberapa piku sablengnya mereka bareng bocah Deluhi.

ga cuma Leda, ada Shuse di part bass n' Shuji Janne da arc di part drum.
saya ga tau ni video udah lama atau belom, atau udah pada tau atau belom..
keren banget pokoknyaaaa.... sassugaaaaaa.... cekidott..







ahahaah~ sumpah ini keren banget... jarang loh saya bilang live golden bomber itu keren XD
apalagi ada Ledanya.. tapi ya teuteup, ada sedikit adegan-adegan konyol khas Golden Bomber.
pokoknya menghibur banget dah ini, mana Leda kliatan sumringah bener disitu.
ya maybe dia merindukan saat-saat live di atas panggung bareng juri.


yasu~ aye cuma mau nyepam begonoan doank, sekalian menuhin entri. XD

Shinji Ai deshita~ baibai *tebar2 mawar*

Jumat, 13 Juli 2012

Last Word [Alice Nine Fanfic]


Title : Last Word
Author : Shinji Ai
Rating : PG-15
Genre : Romance, Angst, Tragedy, AU, Yaoi/MxM/Sho-ai
Fandom : Alice Nine
Pair : Tora x Shou, Saga x Shou
Disclaimer : bocah alice nine milik orang tuanya masing-masing *garela nyebut PSco lol* but storyline is mine!

A/n : warn bwt pembaca ilegal(?)anda ga akan menemukan pair ToSa disini, karena author penganut SaShou n ToShou ^^v jadi yg ga bisa menerima pair diatas atau mbayangin Saga seorang seme, silahkan tinggalkan tempat ini(??) dengan hormat
critics are wellcome, but dont flame n' steal my storyline! or I'll send u to hell!!


][ = ][ = ][ = ][ = ][ = ][ = ][


“apa kau tak tahu bagaimana aku berpikir tentangmu, shou?”

Tora membelai lembut sisi wajah Shou yang tampak tertidur tenang. tak ada sinar dingin yang biasa terpancar dari tatapan mata Tora, yang ada hanya tatapan sayu, hampa, dan segores luka yang tersirat. tak akan ada yang mengerti betapa hancur perasaannya saat ini. merasa tidak berguna ketika melihat seseorang yang begitu disayanginya menderita dan tak berdaya tanpa ada sesuatu yang bisa ia lakukan.

“shou… sudah kukatakan padamu ribuan kali, tinggalkan laki-laki tak berguna itu. ia hanya bisa membuatmu menangis dan menderita sampai seperti ini..”

suaranya yang berbisik parau nyaris tak terdengar. ia tak pernah merasa sehancur ini sebelumnya, tidak sebelum mengenal Shou. seseorang yang mengajarkannya bagaimana berbagi rasa kepada orang lain. seseorang yang mengajarkannya tersenyum, berbagi derai tawa, dan mungkin berbagi perasaan. hal terakhir adalah hal yang Shou ajarkan padanya tanpa disadari oleh Shou sendiri.

"aku tak pernah lelah menjadi sandaranmu, Shou. aku hanya—tak bisa terus melihatmu menangis, karena aku..."

Tora berusaha melepaskan semua isi hatinya, sesuatu yang tak pernah bisa ia lakukan jika mata manik Shou beradu pandang dengan matanya. Mata itu selalu menelusup dalam pandangannya dan mencoba mencari tahu sesuatu yang tersembunyi di balik tatapan kukuh seorang Tora. namun dengan rapat Tora menyelimuti perasaannya sendiri, membangun dinding tak terlihat yang menyembunyikan luka dan warna hatinya. ia hanya tak ingin menjatuhkan Shou dalam keadaan yang membuatnya bimbang. berada cukup dekat dengan Shou, membuatnya tersenyum dan menemaninya tanpa lelah, terasa sudah lebih dari cukup. walau Shou selalu datang dengan berurai air mata dan segala keluh kesahnya tentang Saga. Laki-laki yang amat dicintai Shou, kebahagiaan sekaligus penderitaannya.  

jemari Shou yang bergerak menyentakkan Tora dari lamunannya. kelopak mata Shou bergerak, dan perlahan membuka. menunjukan kembali sinar matanya yang lemah. Tora menunggu dengan jantung yang berdegup keras sampai Shou benar-benar mendapat kesadaran sepenuhnya. menuggu reaksi laki-laki itu ketika mendapati keadaan dirinya yang sudah tak seperti semula, dan Tora benci saat-saat seperti ini.

“kau sudah sadar, Shou?”

“Tora…” Shou menggerakkan bola matanya, “Tora kenapa gelap sekali?!”

Tora menggenggam tangan Shou erat-erat, “Shou tenangkan dirimu..”

 “Tora kenapa?! apa yang—“

Tora segera bangkit dan memeluk Shou dengan erat. berusaha menenangkan laki-laki itu dalam dekapannya. “kecelakaan itu— kau..”

walau Tora tak mengakhiri kalimatnya, namun sudah cukup bagi Shou untuk mengerti apa yang terjadi dengan dirinya. benak Shou menyeret ingatannya pada kecelakaan yang menimpa dirinya, saat ia sedang berlari menghindari Saga. Mengingat kejadian itu, Shou semakin panik dan berontak dalam dekapan Tora.

“TIDAK!! tidak mungkin!! Tora beritahu aku!! ini mimpi ‘kan? aku hanya bermimpi Tora..”

Tora semakin mengeratkan dekapannya, masih berusaha menenangkan Shou. pada akhirnya laki-laki itu memang pasrah dan hanya terisak dalam dekapan Tora. Shou menyandarkan kepalanya di bahu Tora, menangis sejadi-jadinya meluapkan rasa sesak dan kesulitannya menerima keadaan. ia tak bisa membayangakan menghabiskan seumur hidupnya dalam kegelapan.

“aku buta, Toraaa..” Shou terisak lirih dalam dekapannya. “aku tak bisa melihat.. ak—aku cacat!!” semakin deras air mata Shou yang mengalir di bahu Tora. sementara ia sendiri tetap diam, menahan rasa sakit lebih dari yang Shou rasakan. sejujurnya ia tak pernah bisa melihat Shou menderita, namun sekarang ia harus melihat Shou dalam titik terendah hidupnya. merasa sangat tidak berguna dan rasanya pun ia tak pantas mencintai Shou.

ia tahu tak akan ada kata apapun yang bisa membuat Shou lebih baik saat ini.  ia hanya melakukan apa yang ia bisa. berusaha menyampaikan perasaannya bukan dengan kata-kata. membelai lembut rambut keemasan Shou dengan segenap perasaan sayang, memberitahunya lewat sentuhan, jika ia ada disampingnya. ia akan melindungi dan menjaga Shou, melindungi laki-laki itu walau bagaimanapun keadaannya.

“Saga pasti akan meninggalkan aku…  dengan keadaanku yang seperti ini..” jemari Shou mencengkeram erat pakaian Tora. rasa takut Shou menjalar begitu hebat dalam hati Tora, menenggelamkannya semakin dalam di pusaran luka yang akan pernah terobati. “Tora..tolong aku..hiks..aku—tidak ingin kehilangan.. Saga..”

orang yang begitu dicintainya terus menerus memanggil nama Saga di sela isak tangis dalam dekapannya. walau dalam pelukannya, Tora berada dalam jarak yang begitu jauh dari hati Shou. hancur perasaannya tak akan pernah bisa terukur walau diselami sedalam apapun. Tora memejamkan matanya, menahan luka yang semakin dalam dan mengalir lewat sebulir air mata yang menetes jatuh tanpa bisa ia bendung. tak kuasa terus menahan luka hingga ia menjatuhkan air mata tanpa terisak. ia telah mengetahui dengan jelas, dirinya tak lebih dari sekedar sahabat di mata Shou. sekedar tempat bersandar dan menangis ketika laki-laki itu tersakiti oleh orang lain. selamanya akan seperti itu, selamanya hanya ada Saga dalam hati dan pikiran Shou.

Tora melepaskan dekapannya, memandangi wajah pucat Shou yang basah oleh air matanya sendiri. dengan lembut Tora mengusap kedua pipi shou dengan jemarinya. menyampaikan perasaan tersiratnya melalui ujung jemarinya di wajah Shou. menghapus air mata laki-laki itu, membawanya dalam perasaan damai. menyampaikan padanya, jika ia tak akan pernah sendiri walau dalam gelap sekalipun. Shou tertegun, merasakan sebuah perasaan hangat yang mengalir dari jemari Tora yang seolah merangkulnya dari ketakukan akan gelap,dan membawanya pada sebuah cahaya dimana ia tak akan merasa sendiri.

dalam gelap Shou hanya bisa mendengar dan merasakan kehadiran Tora di dekatnya. tangannya menggapai udara, meraih bahu Tora dan kemudian menggenggam tangan seseorang yang dianggapnya sahabat itu.

"akan kubawa cahaya untukmu, Shou. akan kubawakan kebahagiaan untukmu. berjanjilah satu hal padaku, berbahagialah..."

Tora memberi penekanan pada kata terakhirnya, sebelum meninggalkan Shou sendiri dalam ruang perawatan itu.
Shou tak dapat melihat bagaimana raut wajah Tora saat berkata seperti itu padanya, walau sebenarnya ia ingin. ia hanya bisa mendengar kalimat demi kalimat yang terekam dalam pendengarannya, dan kata terakhir Tora yang terucap seperti doa untuknya.

= ][ = ][ = ][ = Last Word = ][ = ][ = ][ =

—Saga POV—

~~Flashback~~

aku benar benar terkejut saat ekor mataku mendapati sosok Shou yang sedang melihatku dengan matanya yang basah. ia begitu terpukul melihatku bersama gadis murahan yang sedang dalam dekapanku!

ck! sial!

bukan maksudku, aku hanya terbawa suasana, terlebih kesadaranku sudah tidak seratus persen akibat terlalu banyak minum. sulit sekali membuatnya percaya jika aku ini mencintainya. aku ingin dia tak perlu khawatirkan tentang aku, bagaimanapun aku dan sikapku, yang terpenting adalah aku mencintainya! aku ingin dia mengerti tanpa harus selalu kujelaskan berulang kali.

aku mencengkeram erat tanganya, ketika aku berhasil mengejarnya. kutarik tangannya dengan kasar lalu kutatap matanya yang tampak antara ketakutan, kecewa dan marah melihatku.

"sa—sakit saga!! lepaskan!"

"tidak! apa yang kau lakukan disini hah?!! memata-mataiku?!" air mata Shou mengalir semakin deras. entah kenapa aku justru bicara seperti itu padanya, lebih mengeluarkan emosiku daripada berusaha menenangkannya. "harus berapa kali kukatakan, aku mencintaimu Shou!" 

"cukup!!" nada suara Shou terdengar meninggi, dan tatapannya seolah menantangku. "kau selalu bicara seperti itu, namun dari sikapmu tak pernah aku rasa kau mencintaiku! aku bukan bonekamu, Saga!"

aku tertegun, baru kali ini Shou berani berbicara seperti itu padaku.

"berhentilah bicara soal perasaanmu!! apa tak pernah sekalipun kau berpikir tentang aku, Saga?!"

"DIAM!! jangan pojokan aku dengan pertanyaan konyolmu!"

mata Shou semakin terbelalak mendengar kata-kataku tadi. ia kemudian melepas cengkeraman tanganku dengan kasar, dan kemudian berlari meninggalkan aku. ah~ sial! aku terlalu mabuk untuk bicara padanya saat ini!
aku mengejarnya, berusaha mencarinya di antara kerumunan orang-orang di sepanjang jalan. terus mencarinya sampai terdengar suara decit mobil yang direm mendadak, dan suara sesuatu yang menghantam jalan dengan keras. dengan panik aku berlari ke arah suara, dan orang-orang yang menyemut, melingkar di perempatan jalan.

"Shou!!" pekikku panik, melihat Shou yang tergeletak dengan wajah yang penuh oleh darah. namun saat aku berusaha mendekat seseorang mendorongku menjauh.

"jangan dekati dia! kau tak pantas menyentuhnya!"

aku terpana, sosok itu memandangku dengan tatapan amat menusuk. laki-laki itu kemudian menggendong tubuh Shou, dan membawanya masuk ke dalam ambulans yang tiba tak lama kemudian. aku hanya tertegun menyaksikan itu semua.

bukankah harusnya aku yang melakukan semua itu?

aku hanya diam melihat semua itu berlalu di depan mataku?

orang brengsek macam apa, aku ini?

~~~Flashback end~~~


aku tersentak bangun ketika kudengar pintu apartemenku diketuk dengan kasar. mimpi yang baru saja kualami rasanya benar-benar menyakitkan. ahh—itu bukan mimpi. itu nyata, kejadian dua malam lalu saat terakhir kali aku melihat Shou dengan keadaan yang tidak seharusnya. sampai detik ini aku belum melihat lagi sosoknya, aku bahkan tak tahu dia dimana.

aku mengacak rambutku frustasi. sial! kau membuatku khawatir Shou! aku benar-benar merasa takut. aku takut kehilangannya, aku takut tak bisa lagi menyentuhnya seperti hari-hari lalu. sungguh, aku menyesal. aku berjanji akan memperbaiki semua kesalahanku padanya jika aku diberi kesempatan.

suara pintu yang kembali diketuk menyadarkanku untuk yang kedua kalinya. dengan malas aku membuka pintu. sosok yang waktu itu sempat melarangku mendekati Shou, kini berdiri di ambang pintu. menatapku dengan, sinis?

"dimana Shou?!" pertanyaanku meluncur begitu saja, saat ini hanya ada Shou di kepalaku. tak peduli siapa orang asing ini.

"kau tak akan merasa sosoknya berharga sampai kau kehilangan orang yang kau sayangi"

aku menautkan kedua alisku, nada bicaranya terdengar sangat tidak menyenangkan "apa maksudmu?! Shou!! apa yang terjadi dengannya?!!"

ia tak menjawab, ia justru membuang pandangannya dengan tatapan yang—ahh, aku benci melihatnya. seketika aku jatuh terduduk. rasanya aku sudah tak sanggup menopang tubuhku. sial! aku yang telah aku lakukan? aku bahkan tak sempat meminta maaf padanya. yang aku lakukan selama ini hanya menyakitinya, dan ia jadi seperti ini karena kebodohanku! ada sesuatu yang seolah terenggut dari dalam diriku, menyisakan rasa sesak yang luar biasa. Shou...

"berjanjilah padaku, kau akan membahagiakannya!"

aku mendongak, memperhatikannya dengan tatapan bingung, "apa maksudmu?!"

—end Saga POV—

= ][ = ][ = ][ = Last Word = ][ = ][ = ][ =

Three days later

dengan hati-hati perawat membuka lilitan perban yang melingkari kepala Shou. setelah itu ia mengambil kedua kapas yang menempel di bagian mata Shou. dokter Sakai membisikan sesuatu di telinga Shou, menyuruhnya membuka kedua matanya perlahan. Shou memekik kecil saat ia mencoba membuka matanya. butuh waktu cukup lama untuk Shou menyesuaikan diri dengan cahaya. setelah beberapa menit, ia berhasil melihat sekelilingnya dengan sempurna. ia kembali melihat cahaya setelah sempat terpuruk jatuh dalam kegelapan tanpa ujung.

hari-hari itu terasa seperti mimpi buruk baginya, dan sekarang ia sudah terbangun. ia kembali dapat melihat cahaya dan paduan kombinasi warna yang terangkai jadi sebuah pemandangan yang baginya terasa begitu indah. Shou  memperhatikan seisi ruangan serba putih itu dan dilihatnya  sosok Saga yang tersenyum padanya dari sudut ruangan. senyum tulus yang sudah sejak lama tak pernah dilihatnya dari Saga. laki-laki itu kemudian mendekat dan memeluknya dengan erat.

"maafkan aku, Shou. maafkan aku"

"sa—saga"

Shou balas mendekap tubuh Saga. meresapi dekap hangat tubuh Saga dan merasakan kelembutan sikapnya yang lama menghilang. tak ada yang lebih membahagiakan saat Saga yang ia cintai telah kembali. rasanya kebahagiaannya telah lengkap saat ini,

"akan kubawa cahaya untukmu, Shou. akan kubawakan kebahagiaan untukmu. berjanjilah satu hal padaku, berbahagialah..."

suara itu bergema tiba-tiba dalam kepalanya. suara seseorang yang telah menepati janji untuk membawakan kebahagiaan untuknya, mengembalikan cahayai dalam dirinya. namun ia tak ada disana.

"Tora.. di mana Tora?!"

Saga terdiam mendengar pertanyaan Shou. sinar mata Saga sulit dibaca oleh Shou saat itu, membuat Shou semakin bertanya-tanya. Saga menghela nafas berat, merasa amat sangat bodoh dan rendah jika mengingat sosok Tora. senyum getir tampak menghiasi wajah Saga kemudian.

"ia mencintaimu Shou, dengan cara yang sangat luar biasa." Saga menatap mata Shou, menatapnya dengan tatapan yang tak mampu dimengerti oleh Shou. "Tora— dia memilih menjagamu dengan caranya sendiri."

"apa maksudmu Saga?!"

"malam lalu pihak rumah sakit menemukan jasadnya bersama sebuah surat yang mewasiatkan matanya, untukmu.." Saga kembali menatap mata Shou, mendapati bayangan diri Tora di balik mata jernihnya. "ia mengorbankan dirinya untukmu, Shou.."

= ][ = ][ = ][ = OWARI = ][ = ][ = ][ =


yak~ mulai darisini saya umumkan secara official(??) saya hiatus, minna san m(_ _)m
dan bener-bener hiatus setelah nyelesain fic saya yg judulnya NDR lol~
pokoknya sekembalinya dari hiatus, saya bakal rilis(?) fic sekuel dari 'Last Word' ini sama rilis FF reituki yg udah berkarat dalam damai di folder leptop [lol again]

sa~ gimana ceritanya? aneh dan gaje sangat pasti..
terlalu banyak kegaringan akhir2 ini di FF saya DX
ya setidaknya ini hepi ending(?) *gitar tora melayang*
silahkan tinggalkan kritik, koreksi, komentar, recehan juga boleh *ctak

Jalan-jalan saya di Jakarta little Tokyo Ennichisai 2012

yo, minna san..

saya mau curhat acara jalan-jalan saya di Ennichisai kemaren. \(^0^)/ ini curhat loh ya, bukan live report.. xD
ini event yg paling saya tunggu-tunggu, dan akhirnya saya berkesempatan datang dua hari berturut-turut. tahun ini ga beda jauh sama tahun kemaren.

hari pertama saya datang agak sore, karena siangnya ada urusan bisnis. saya sampai disana sekitar jam 4an deh. pas sore itu saya datang ruameeee bangaaat...

tau rame apaan? rame fansnya JKT48 XD buat yg biasa datang ke event di jakarta terutama, dan ada JKT48 sebagai guest star, pasti udah ga asing sama mereka. mereka fans yg solid dan kompak selalu ada dimana-mana.. hiksu~ keren pokoknya XDd 

sore itu saya langsung ngacir ke belakang, eh belakang atau depan ya itu. ah tau deh saya ga pernah bisa bedain depan sama belakangnya mall itu =.=)a pokoknya yang nampilin kesenian tradisionalnya itulah. abis yg di panggung utama itu penuh banget, saya ga biasa di tempat rame sebenernya TuT
abis liat-liat saya mutusin buat ke supermarket di dalam mall, beli minum abis itu saya mau pulang. karena saya ke sananya tu sendirian. ga asik banget kan jalan sendiri =__=
abis beli minuman saya ke panggung utama, karena pulangnya emang lewat situ. saya liat-liat sebentar cosplay yg lagi tampil, dan sumpeeeh,,, dewa banget dah tu kostum-kostumnya. keren!! >0<)d
maap gada foto, kamera hempon saya cacat klo malem(?) nah saking keasikan liat cosplay, saya kejebak dan ga bisa kluar karena lama-lama makin padet tu disana. tapi ternyata terjebaknya saya di sana itu merupakan sebuah anugrah X'D saya justru ketemu sama oujisama.. kyaa..
ok, skip bagian ini.. ini secret lol
pokoknya saya ada disana sampe JKT48 selese manggung. =__=d


hari kedua
saya datang sama imouto saya :D saya juga ketemuan sama admin fanbase, karena beberapa hari sebelumnya ada admin fanbase lain ada yg ngajakin ketemu, dan saya juga ikut serta karena saya emang salah satu admin fanbase. saya admin fanbase apa? secret.. *digeplak*

yg saya suka klo di ennichisai itu banyak orang jepangnya asli~ dan disana banyak nampilin kebudayaan tradisionalnya. pokoknya saya berasa ada di jepang beneran pas disana kemaren itu. yah~ anggap aja langkah kecil sebelum saya beneran menjejakan kaki saya di Tokyo! \(^0^)/
liat kesenian tradisional mereka entah kenapa bikin saya semangat, keren, sassuga pokoknya dah..





ada yg lucu waktu adik saya ngambil foto ini. ini foto, adik saya yg ngambil, karena saya sibuk megangin takoyaki XD trus ga lama adik saya bilang "eh, anak yg itu ngeliatin takoyaki elu noh.. kesian tu, mupeng banget keknya" abis itu saya susah payah nahan ketawa, karena emang tu bocah beneran ngeliatin takoyaki saya XDa



tangan saya dan imouto.. tebak yg mana saya, yg mana imouto saya? xD



ada yang kenal sama mereka? payah pisan klo ngaku cosplayer tapi ga kenal mereka.. lol



ada yg cosplay mamih sama papih.. *terharu* tahun lalu ada yg cosu Teru juga, tapi keknya tahun ini ga nongol dia ._.)




kawaaiiiii... //w//)




































ituuu... ituuu... saya pengen borong rasanya klo okane mencukupi TaT

nah, kek yg saya bilang tadi, saya lebih sering di belakang itu, bukan yg didepan. saya lebih suka mantengin kesenian tradisional mereka. dan lagi bandnya gada yg menarik minat saya *plakk* dah gitu saya ga seberapa tertarik sama cosplayer, kacuali dia cosplay band viskei *dhuag*

oke~ segitu aja curhatnya.. hari minggu nanti saya bakal ke GJUI, ayee~ *keprok2*
tunggu saja bacotan saya selanjutnya.. jaa ne~ *tebar2 bunga kamboja*



Satsuki, 俺の天使!he know how to make me feel better!!

saya lagi dengerin hybrid truth pas lagi nulis ini(?) ok, itu gapenting. dan sebenernya entri pertama di bulan ini lebih ga penting lagi. karena ini isinya cuma curhat.. lol

beberapa hari ini, karena suatu urusan yg amat sangat penting sekaligus menyebalkan saya harus bolak balik rumah sakit~ lol  honestly I hate hospital~ *tos sama byo* and on monday morning I must to go back there, Oh God help me pls..

hari ini pagi-pagi saya udah males aja bawaannya, karena saya pikir bakal jadi hari yg merepotkan. akhirnya sambil mengusir bosan sebelum beraktifitas(?) saya buka twitter. abis itu saya liat si jeng Satsuki my angel ngetwit di pagi hari. ah~ rasanya liat twit dia pagi-pagi itu sedikit memberi saya semangat. apalagi twitnya begitu.. //w//)







oke, abaikan aja soal hujannya.. yg bikin saya semangat itu kata-kata have a good day'nya. simpel tapi begitu ngena waktu satsuki yg bilang gitu.. w w w~ abis itu saya mention lah tu jeng Satsu..








saya cuma iseng aja mention gitu. abis itu saya offline, dan baru sempet buka twiter via hape jam 2an. dan saya ngejerit, waktu liat mention saya dibales... kyaaaaaa~~~ saya heboh dewekan, untung ga ada yg liat.. wkakaka.. XDD







hikssuu... dia bales mention saya pemirsaah... XD XD *gelundungan di koridor RS*
dan itu membuat saya 200% ngerasa lebih baik.. ya Tuhan, malaikat pengantar tidurku ini baek bener,.. ga kek Juki noh yg pelit! mention awo doank yg diperhatiin =3=) abis itu saya intip TLnya, keknya dia cuma bales punya saya.. >///< lagian ga mungkin toh klo cuma saya yg mention dia waktu itu kan.. dah gitu jeda waktunya lumayan lama dari saya mention ampe dia bales.. awh~ whatevah yg penting aye makin cinta sama jeng satsu~~

atau jangan-jangan dia bales mention saya gara2 ava twitter saya ya?? ada yg nyadar, ava siapa tu yg saya pake?? yaaap.. tepat sekali, itu pikunya satsuki tapi waktu masih di ReS. XDD

tapi pas mention itu saya jujur sama sekali ga ngeh soal ava piku saya XDa yah.. kek yg udah-udah nih ya, klo saya mention jrocker cuma iseng pasti dibales. tapi giliran saya niatin, pengen dibales, ditunggu ampe kering ga dibales-bales noh.. =___=)

next entri, saya akan cerita jalan-jalan saya di ennichisai kemaren..
bai..bai.. *tebar2 mawar*

Selasa, 26 Juni 2012

Kyan Yutaka movie thriller :「死ガ二人ヲワカツマデ...Till Death Do Us Part」"Shi ga futari wowakatsumade"

Yoshaaaa... minna san..!!

aye mau bagi-bagi bocoran film ato thriller bahasa kerennya.. *bener ga sih tu tulisan XDa*
ni bocoran film bikin saya shock berepisod-episod macam sinet di tipi lokal!! saya sampe ngucek mata berkali-kali saking ga percayanya. w w w~

yak~ diliat dari thumbnail videonya, pasti udah pada tau perihal apa yang bikin saya shock sampe cenat-cenut begitu.

silahkan liat sendiri cuplikannya di bawah ini, setelah itu mari kita shock berjamaah >w<) *siapin ember





saaa~ udah diliat? udah? shock ga? payah ih klo ga shock mah~ *ditabok reader*

itu..itu...!!! mukanya Kyan Yutaka yang biasa autis mahadewa nan geblek ga ketulungan ngalahin kajuki my beloved husband bisa jadi lempeng binti lurus begituuuuhh..!!! XD XD

saya masih shock..!! XDa
sepertinya akting dia lebih bagus dari yg saya bayangin. entah minum obat berapa ember coba, dia sampe bisa bener gitu? heeeh.. yaMpooon~~ saya masih rada ga percaya kyan bisa begitu XD *disiram
soalnya saya terbiasa dijejelin(?) video nista boch golden bomber yang seabrek-abrek itu, dan sekarang saya liat seorang kyan yutaka berwajah bener(?). mana dia manly banget disini. sumpah demi gigi kirisho, kyan ganteng ga ketulungan~ ohmyGackt,dia mencuri hatiku(??)

ok, ni film kliatannya seru. saya ga sabar pengen liat >w<)
selain ada kyan yutaka gitaris band fenomenal "Golden bomber", film ini juga dibintangi sama Aoi [Ayabie]
ini info selengkapnya..



Title: 「死ガ二人ヲワカツマデ...Till Death Do Us Part」"Shi ga futari wowakatsumade"

Cast:
監督・脚本:松村清秀 

出演:
喜矢武豊(ゴールデンボンバー)、
野水伊織、
中河内雅貴、
関智一、
川原正嗣、
上原歩、
高野八誠、
葵 (彩冷える)、
松尾れい子、
宮下ともみ、
吉田エマ、
山本カナコ(劇団☆新感線)、
村木仁、
郷本直也、
土倉有貴、
高樹京士郎、
高田聖子 (劇団☆新感線)、
誠直也、
宮内洋


source : Aoi From Ayabie Mex Fan @ youtube


yosh~ yosh~ skalian saya mau pamer*plak*
saya barusan ikutan manabu birthday project.. berhubung saya ga ahli gambar ato ngedit, saya juga ga senarsis bule-bule itu *dhuuag* jadi ya, cuma seadanya gini gambar saya .__.



yaah~ daripada tidak sama sekali kan? w w w~ miminnya juga minta foto asli saya sebenernya.
tapiii saya ga bakal upload disini tu foto asli, w w w~ bahaya ntar.. lol

ok~ saatnya tidur..
jaa mata~~ *lambe2 kaos Juri

Senin, 18 Juni 2012

D new look [Danzai no Gunner]



setelah rilis Dying message kemaren, D ngebut kejar setoran rilis single baru, Danzai no Gunner. preview PVnya juga udah ada, tapiii eke males copas videonya dimari XD *tabok*
dari secuil previewnya yg saya liat, keknya ceritanya memba D mau nolongin Tsune chan di PVnya. soalnya mereka kek masuk gedung, terus ada sekilas Tsune chan yg kek tidur di suatu ruangan gitu. aih~ jadi penasaran. >.<

yosha~ jangan berlama-lama ini dia nyuluknya mamas-mamas D.



huaaah.. satsugaaaa neee~~ honto ni kakkoi.. (>///<)d
ini dia yang bikin saya demen sama D, mereka konsisten sama gaya visual kei'nya walau udah major. yaah~ u know lah, kebanyakan band klo udah major pelan2 ngelepas style viskeinya. ga perlu disebutin, contohnya udah banyak kok XD. ga cuma style, musik mereka pun ga banyak perubahan setelah major.
yaaa~ thats why I love them..  *kisu hide zou/plak*

ini personal new looknya.



Asagi [Vocal]
ga ketinggalan itu softlens merah terangnya, hn, cakep dah pokoknya. tapi matanya agak gimane gitu ya XDa
*ditembak*






Ruiza [Guitar]
aaa~~ kawaii tenan Ruiza-nii.. >///<) bener aye demen sama nyuluknya yg ini. mane tu rambut jadi biru-biru gitu pula.. me gustaaaa..!!!



Hide zou [Guitar]
yak~ babang ganteng ini selalu kliatan ganteng di mata saya, kecuali pas dia naek roller coaster XD *dhuuaag* tapi saya lebih suka look'nya di pv huang di yami niblablabla itu, yg sebelum dying message.



Hiroki [Drum]
aaa~~ Hiroki san rambutnya kembali kriwil(?) *digetok stik drum* tetep cakeplah, tapi btw tu dada di ekspos gitu *ngiler*



Tsunehito [Bass]
cieh~ Tsune chan.. begini lebih bagus. klo mau cantik, cantik sekalian jangan nanggung >//<)d
tapi dia selalu kliatan macho klo ga pake outfit manggung kek gini. percayakah? XD


yaak~ segitu aja komen saya tentang new look baru D. klo kebanyakan kumen nanti saya disabet pake rambutnya Asagi(?) w w w~

Source : OHP

Sabtu, 16 Juni 2012

Mort de l'amour [Deluhi fanfic]


title : Mort de l'amour
author : Shinji Ai
genre : Fantasy, Romance, Angst, Shonen ai, MxM
fandom : Deluhi
pair : Juri x Leda
a/n : maap nyampah, cuma penpic galau. *tabok* free for untag m(_ _)m
dan ini mungkin sangat membosankan~

summary :
along with the whisper of a voice that spread my despair and tears dissolve me ...

   ][ ~ ][ ~ ][ ~  ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][

All Leda POV

aku jatuh berlutut di atas hamparan pasir putih, saat aku berhenti berlari. lelehan air mata yang sudah tak bisa lagi kubendung akhirnya mengalir turun. melepaskan luapan rasa sakit dan ketakutanku yang tertahan. rasa sakit yang sebelumnya hanya berupa bayang-bayang itu kini jadi nyata. rasanya lebih perih dari yang kubayangkan. saat dekapan hangatnya perlahan menyatu dengan angin, membiaskan kristal-kristal pelangi dari embun di kedua sudut mataku. dalam wujud yang indah terpancar luka dan rasa kehilangan yang mendalam.

kedua kakiku terasa begitu lelah, tubuhku pun bergetar hebat menahan sesuatu yang terenggut paksa dari dalam diriku. bersama angin padang pasir, keheningan merangkulku dalam hampa. menggaungkan gema isak tangisku yang begitu pilu menginginkannya kembali. berharap, suaraku yang parau ini meraihnya. namun sia-sia, sejauh apapun angin membawa suaraku, ia tak akan mendengar. ia mungkin telah terbang jauh meninggalkanku, kembali ke tempatnya di bulan.

kedua tanganku menggenggam erat pasir-pasir putih di tempatku bersimpuh. rasa sesak yang terkunci ini tak tahu harus bagaimana aku melepaskannya. perlahan rasa yang tak bisa kulukiskan itu mulai menjalar di kepalaku, memutar kilasan-kilasan senyumnya yang tak ingin aku kehilangan. luka kasat mata ini semakin terkoyak melihat kilasan bayangnnya yang perlahan memudar. dihujam rasa sakit yang bertubi-tubi, tubuhku limbung. membuatnya terbaring di atas lautan pasir putih tempatku berpijak.

mataku terpejam, terombang ambing oleh kekosongan. detik demi detik waktu luruh tanpa menyisakan sedikit pun ruang untuk bernafas. sekaligus membakar mimpi dalam genggaman ku. di sebuah tempat aku terdampar, dengan sepasang sayap putih di punggungku. namun sayap itu tak mampu membawaku ke bulan. tak cukup kuat meretakkan pilar langit, tak cukup kuat menghancurkan rantai yang mengikat kedua kakiku di tanah. hubungan dari kesadaran dan luka nyataku yang tertaut menghentakkan tubuhku yang hancur kembali ke dalam gelap.

aku meringis menahan sakit. terluka sampai seperti ini tapi aku tak mati? kembali terombang-ambing dalam kekosongan, hampa, dan melayang jauh meningalkan kesadaran. semakin jauh menyelami masa laluku. mencari sisa-sisa ingatan, saat suara bisikannya yang begitu lembut melafalkan namaku,

"leda..."

bisikan itu begitu lembut hingga aku tak menyadari semakin dalam suara itu menorehkan luka didalam hatiku. suara itu seperti candu dan sebuah mata pisau. seolah aku tak bisa bernafas tanpanya, namun semakin aku menginginkannya semakin dalam aku terluka. aku ingin terus menikmatinya, aku tak ingin jauh dari suara itu, pemilik suara itu.

aku memejamkan mataku semakin erat, terus mengulang suaranya dalam benakku. persetan dengan rasa sakit! aku hanya ingin menikmatinya walau itu berarti aku melukai diriku sendiri, menipu diriku sendiri. biarkan sebentar saja aku merasakan puas akan kehadirannya dalam benakku walau itu hanya ilusi.

aku terus memejamkan mataku. menyelimuti diriku sendiri dengan rasa pedih dan tenang yang bergumul jadi satu di dalam ilusi. sakit dan tenang itu bersamaan menderaku. menangis dan tertawa bersamaan, memuaskan diriku sendiri dengan suaranya yang terus bergema dalam kepalaku.

sebuah sentuhan lembut menyusuri lekuk wajahku. lembut, perlahan, dan alunan hangat sebuah nafas yang begitu dekat. apa ini?? semakin tenggelamkah aku dalam fatamorgana yang kubuat sendiri? aku tak mau tahu itu. aku hanya ingin terus seperti ini.

"leda.. buka matamu..."

bisikan itu kembali menyerang indera pendengaranku. aku seperti tersesat dalam pusaran ilusi yang kubuat sendiri. jika aku membuka mata, hanya pahit kekecewaan yang akan kutelan. karenanya aku tetap terpejam, membiarkan diriku semakin tenggelam.

kecupan hangat di bibirku terasa lembut dan menenangkan. hingga perlahan menautkan kembali jiwaku yang telah jauh tenggelam. sepasang mataku perlahan membuka seiring dengan jiwaku yang tersadar. sinar matahari langsung menyambut saat aku perlahan membuka mata. aku mengerjapkan mataku, memastikan bayangan yang tercermin di dalam mataku. sosok itu menarik kedua sudut bibirnya, menciptakan sebuah lengkungan indah di wajahnya. sesuatu yang sangat menyakitiku ketika aku tahu, itu tidak nyata.

"leda, maafkan aku..."

aku terpaku menatap sosoknya yang benar nyata. ia kemudian merangkul tubuhku, dan membawanya dalam dekap hangat tubuhnya. perlahan aku mengeratkan dekapanku, merasakan kehadirannya yang benar-benar nyata. merasakan detak jantungnya yang mengalun pelan. alunan nafasnya yang hangat menerpa wajahku. itu semua nyata dan betapa aku menangisi kehadirannya kembali dengan perasaan membuncah.

"juri..." aku memanggil namanya lirih dan mendekapnya lebih erat lagi. air mata ini semakin tumpah, mengalir turun terus menerus.

"maafkan aku.." dia berkata lagi, dan segera kutatap sepasang mata silvernya.

"kenapa?" ucapku lirih, "aku men—"

"aku tahu. tapi ini tidak boleh terjadi, butterfly sepertimu tak boleh mencintai seseorang lumière sepertiku Leda."

hatiku yang semakin terluka berdarah melalui kedua sudut mataku. adakah sebuah kata diatas kata sakit yang mampu menggambarkan kepedihanku? aku hanya terus terdiam, mencoba menata nafasku. mengumpulkan butiran-demi butiran hatiku yang terbakar dan menyatu dengan pasir. hanya mendung di kedua mataku yang rasanya sulit kukendalikan.

"kumohon, jangan menangis." bisiknya lembut namun terdengar sama lirihnya dengan deru angin.

aku mengangkat wajahku, menatap kedua matanya. tampak sebuah sendu jauh di belakang retina matanya.

"aku mencintaimu Leda, tapi kumohon sejak sekarang berhenti mencintaiku. aku tak ingin bangsa butterfly hancur karena melawan hukum langit. aku masih ingin melihatmu..."

ia kembali mendekapku, memeluk dan mengusap lembut rambutku yang keemasan. setiap belaian lembut tangannya semakin dalam luka itu menyayat. takdir benar-benar menyakitiku saat tahu aku tak bisa lagi mencintainya. saat sebuah perasaan suci ini terbentur hukum langit yang akan memusnahkan seluruh bangsa butterfly.

salahku?

lalu pertemuanku dengannya, bukankah langit yang mengaturnya? saat aku menemukan Juri dalam keadaan sekarat di tempat ini. saat aku merawat dan kemudian mencintainya? aku tak pernah menuliskan sendiri seluruh takdirku bukan?
kenapa langit kemudian mempermainkanku dengan mudahnya? pada akhirnya nasib benar-benar menghancurkan semuanya.

"aku punya rasa sakit yang sama, melihatmu seperti ini rasanya aku akan hancur." setetes air mata Juri meluncur jatuh di akhir kalimatnya. nafasku tertahan sesak, melihat sebuah luka yang sama di balik wajah kukuhnya. sekilas aku melihat sosokku dalam pandangan matanya yang perlahan tenggelam dalam aliran waktu. sebelah tanganku kemudian menangkup wajahnya yang menunduk, membuatnya menatap lurus mataku yang basah. jemariku membelai lembut sisi wajahnya, dengan air mata yang tak bisa berhenti dari kedua mataku. aku terus membelainya.

Bunyi sebuah lonceng bergaung susul menyusul seirama hembusan angin. membuat Juri tersentak dan menjauhkan wajahnya. ia kemudian berdiri dan mengembangkan sepasang sayap hitamnya.

"Juri!!" aku bangkit dan memeluk tubuhnya dengan erat, menjatuhkan banyak air mataku di bahunya dengan sejuta luka yang turut mengalir.

"aku akan selalu melihatmu dari atas sana Leda, sungguh. aku mencintaimu..."

Juri melepaskan pelukanku dan perlahan bergerak mundur. dalam sekejap bayangannya benar-benar hilang dari pandanganku. ia benar-benar telah lenyap dari mataku. dengan dipayungi cakrawala aku bernaung dalam bayangan. melepas kepergiannya dengan luka abadi yang terukir di langit yang membentangkan jarak kami.

selamanya aku tak akan bisa berhenti. kesalahanku tak akan pernah hilang, terikat kekuatan langit. selamanya kakiku terantai di tanah. dalam kenyataan yang retak, mimpiku telah hancur. jika perasaan suci ini adalah sebuah kesalahan maka aku akan menghapusnya dengan darah. sejak rentang waktu memutus bayangan tentangnya dimataku, sejak itulah aku telah kehilangan jiwa.

sebuah kilat biru dari dua ujung jariku meretas aliran darah utamaku. menampilkan merah luka yang sesungguhnya. membaringkanku kembali di tempat semula. cairan merah itu terus mengalir tanpa arti, meninggalkan raga yang sudah kosong. dalam nafasku yang berat mengalun, suara gaung kehidupan menggema menjauh. aku akan terus tertidur sendiri di dunia yang sepi tanpa nafasnya. setidaknya aku tak akan menghancurkan kehidupan butterfly dengan kesalahanku. jantungku akhirnya mulai melambat, dan pandanganku mulai kabur. nafasku pun perlahan mengurai...

seiring dengan bisikan suara yang menyebarkan keputusasaanku dan air mata melarutkan aku...


  ~~~ Owari ~~~






bacot session :
gaje banget kan? =w=) mahap yah~
etto, ini sebenernya pengalaman pribadi yang diberi sedikit sentuhan ke"lebay"an author *curcol*
sebenernya mau pake pair 'ai x yuuto' *dibantai istri2 yuuto* tapi ga jadi, soalnya endingnya begono *plak
akhirnya setelah proses audisi(?) Juri dan Leda lolos kualifikasi XDa
jangan tanya kenapa ga kazuki x yuuto, saya ga mau!
udah numpuk ampe dilumutin noh ff juki x yuuto yg sad ending, saya ga mau lagi DX

Rosario —Colour Me Blood— [Chap 4]

Tittle : Rosario —Colour Me Blood— [Chap 4]
Author : Shinji Ai
Rating : M
Genre : Angst, DarkFict, OOC, Shonen Ai/BL/Yaoi, Tragedy hurt
Fandom : the GazettE, Deluhi, ScReW.
Pair : Aoi x Uruha, Reita x Ruki, Kazuki x Yuuto
BGM : SCREW - Dust box
a/n : this fic bassed on Sadie song ‘Rosario’, but its difficult for me, to make it as Song Fic. =.=)a
please enjoy minna.. ^_^)

======

angin dingin berhembus cukup kuat menerpa tubuhnya. butiran-butiran berwarna putih melayang turun dalam jumlah banyak, membuat pemdandangan sekilas tampak indah. Aoi tersenyum getir menatap butiran-butiran salju yang melayang. salju itu sebentar lagi akan berubah merah, gumamnya dalam hati. dari kejauhan telah tampak sebuah rumah kayu di pegunungan Ryohaku, tempat Rosario berada.

suara decitan pintu membuat Uruha terbangun. lantai kayu di bawah kakinya adalah pemandangan pertama yang dilihat saat pertama kali membuka matanya. rasa sakit dan ngilu perlahan menjalari tubuhnya saat ia mulai mendapatkan kesadaran sepenuhnya. laki-laki itu mengangkat wajahnya, menatap tempat sekelilingnya.

hanya ruangan cukup luas dan berdinding kayu, dan dirinya berada tepat di tengah ruang itu. duduk dengan tubuh terikat di sebuah kursi, dan mulutnya yang ditutup dengan sebuah plester hitam. Uruha menggeliat, berusaha melonggarkan ikatan di tubuhnya. namun sia-sia, tubuhnya terasa sakit di beberapa bagian saat ia berusaha bergerak sedikit demi sedikit.

"sudah sadar, rupanya.." Laki-laki itu berjalan mendekat ke arahnya dengan tersenyum.

kedua mata uruha membulat, ia kembali memberontak dan menggumam, entah apa yang sedang diteriakkannya. namun laki-laki itu justru tersenyum semakin lebar.

"tenanglah Uruha, Aoimu sudah datang. dan sebentar lagi kau akan melihat, apa yang seharusnya kau lihat." bisikan laki-laki itu di telinga uruha, membuatnya risih. tak ada yang bisa ia lakukan selain menatapnya dengan tajam, saat laki-laki itu membelai sisi wajah uruha dengan lembut.

"dari tatapanmu sepertinya kau bertanya-tanya, kenapa aku melakukan ini kan?" ia menatap lekat-lekat sepasang mata uruha. "aku benci... melihat kau tersakiti, Shima chan. aku mencintaimu." tatapan Uruha saat itu menunjukan betapa ia sangat terkejut dengan laki-laki di hadapannya ini. "kau tahu, betapa aku tersiksa melihatmu menderita seorang diri. sementara aku hanya bisa menatapmu dari sisi yang kau tak pernah sadari. tak ada yang bisa aku lakukan untuk menarikmu dari kegelapan, Uruha.."

tatapan Uruha yang semula tajam kini melembut saat laki-laki itu menjauhkan wajahnya. kedua sudut matanya mulai basah setelah sekian lama mengering. air mata yang menggenang di pelupuk matanya akhirnya luruh.  laki-laki itu membungkukan tubuhnya. mensejajarkan wajahnya dengan uruha.  jemarinya kembali mengusap sisi-sisi wajah Uruha, menyeka dengan lembut air mata dari wajah Uruha.  tiba-tiba pintu di ruangan itu terbuka. Uruha yang berseberangan dengan pintu bisa melihat sosok Aoi yang tengah berdiri di ambang pintu. 

"Uruha..!!" Aoi setengah berteriak memanggil namanya. tatapan matanya kemudian beralih pada sosok pria yang berdiri membelakanginya, “tunjukan dirimu pecundang!!”

sebelah sudut bibirnya tertarik,  laki-laki itu dengan jelas dapat merasakan rasa takut dari teriakan Aoi tadi.  dengan perlahan ia membalikkan tubuhnya, membiarkan Aoi menuntaskan rasa penasarannya. ia tersenyum sinis saat sepasang mata Aoi tampak terbelalak melihat dirinya. rasanya ia tak butuh pemenang dalam permainan ini. baginya, ekspresi Aoi saat itu sudah merupakan suatu kemenangan yang telak baginya.

"keparat kau!! apa maksudmu melakukan semua ini?!" Aoi menghardik laki-laki dihadapannya, sambil mengarahkan revolvernya tepat ke arah laki-laki yang sedang tersenyum menghinanya itu. "lepaskan uruha!!"

laki-laki itu tersenyum sinis, "aku kira, Kai sudah memperingatkanmu dengan baik. tapi sepertinya memang kau yang terlalu bodoh, Aoi. harus kukatakan, kau dan Gackt sama berbeda jauh. kau tak pantas menjadi pemimpin Yakuza, menggantikan ayahmu."

"aku tak butuh omong kosongmu, pecundang!! lepaskan Uruha sekarang juga!!"

"tidak, sebelum aku melihat darahmu menggenang dan mewarnai salju di Shirakawa ini."
laki-laki itu mengeluarkan sebuah pisau lipat dari dalam sakunya. diarahkannya mata pisau itu ke leher Uruha, sementara sebelah tangannya menggenggam erat Baretta yang diarahkannya tepat ke arah Aoi.

revolver di genggaman Aoi tampak bergetar, seluruh amarahnya seolah terkumpul di ujung tangannya. “cih, benar-benar brengsek kau, Reita!!”

Reita hanya menanggapinya dengan senyum melecehkan, "aku ingin sedikit bermain-main, bagaimana kalau kita buat kesepakatan?! aku akan melepaskan satu persatu ikatan Uruha, namun dengan sebuah jaminan." senyum sarkatis kembali menghiasi wajahnya.

"apa maksudmu?"

"satu ikatan yang kubuka, sama dengan satu peluru yang bersarang di tubuhmu!"

tanpa memberi peringatan Reita segera menarik pelatuk revolvernya. beruntung Aoi segera berbalik dan menyembunyikan tubuhnya di balik dinding, hingga peluru itu tak jadi menembus tubuhnya. suara derap langkah terdengar menjauh setelah itu. membuat Reita berdecak kesal,

“ck, !! kau yang pengecut Aoi!!”

Reita membuang pisau di tangannya, dan meninggalkan ruangan itu untuk mengejar Aoi.  dengan nafas memburu ia mempercepat langkahnya. dengan cermat ia perhatikan jejak-jejak di lantai kayu, dan mengikutinya. namun tiba-tiba jejak itu menghilang. belum sempat berpikir, sebuah suara letupan pistol memberondongnya dari arah belakang. Reita segera berguling dan menyembunyikan tubuhnya di balik sebuah sofa. tanpa melihat, reita membalas tembakan-tembakan itu. ia hanya mengandalkan pendengarannya dan instingnya sebagai seorang pembunuh.

hujan peluru yang membabi buta, meluluh lantakan seluruh isi ruangan. beberapa hiasan jatuh dan sebuah figura tampak hancur dengan pecahan kaca yang bertebaran. keadaan itu sempat bertahan beberapa detik sampai terdengar suara erangan, yang seketika menghentikan hujan peluru itu.

dengan hati-hati Reita mengintip dari pinggir sofa. dilihatnya revolver milik Aoi yang sudah terlempar, dan darah yang perlahan mulai menggenang. Reita memberanikan diri keluar dari persembunyiannya, dan kemudian menghampiri Aoi yang terduduk. nafasnya tampak terengah dengan keringat yang membasahi seluruh tubuhnya.

“hah, kena juga!! aku bahkan tak melihat saat menembakmu tadi!! kau benar-benar pecundang Aoi!!”
Reita tertawa terbahak-bahak melihat keadaan Aoi yang begitu menyedihkan dimatanya. tanpa sepengetahuan Reita, Aoi mulai mengeluarkan sebuah pecahan kaca dari figura yang terjatuh. dengan gerakan cepat ia menyabet pecahan kaca itu ke arah kedua kaki Reita.  pecahan kaca itu menyayat kedua kakinya sekaligus, dan dengan jarak yang cukup dekat pecahan kaca itu tah hanya menyayat bagian kulit, namun hingga tembus ke otot halus di betisnya.

seketika tubuh Reita ambruk, dan ia mengerang cukup keras merasakan perih dan ngilu hebat di kedua kakinya. jerit kesakitan Reita tak berhenti sampai disitu. Aoi dengan cepat mengambil serpihan-serpihan kaca yang lain dan menusukkannya di kaki-kaki Reita. Aoi membenamkan serpihan kaca itu sedalam-dalamnya di kaki reita, hingga menembus ked aging dan otot-otot halus di kakinya.  Reita semakin menggelepar menahan sakit yang bertubi-tubi menyiksanya.  di tengah rasa sakit yang menghujamnya, ia masih berusaha menggapai barretanya yang terlempar cukup jauh.


merasa tak cukup, Aoi kemudian bangkit dan menghajar wajah reita dengan kepalan tangannya. terus bertubi-tubi mendaratkan kepalan tangannya di wajah laki-laki itu. darah kemudian mengalir deras dari hidung dan mulut reita.    

Tittle : Rosario —Colour Me Blood— [Chap 4]
Author : Shinji Ai
Rating : M
Genre : Angst, DarkFict, Romance, OOC, Shonen Ai/BL/Yaoi, Tragedy hurt.
Fandom : the GazettE.
Pair : Aoi x Uruha, and one secret pairing, find out by yourself! *ditabok reader*
BGM : SCREW - Dust box, Rentrer en soi - I hate myself and want to die
a/n : this fic bassed on Sadie song ‘Rosario’, but its difficult for me, to make it as Song Fic. =.=)a
please enjoy minna.. ^_^)

======


Even if I'm reborn, I will be closer at your side than anybody else For eternity, forever...


][ ~ ][ ~  ][  ~ ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][



suara decitan pintu membuat Uruha terbangun. lantai kayu di bawah kakinya adalah pemandangan pertama yang dilihat saat pertama kali membuka matanya. rasa sakit dan ngilu perlahan menjalari tubuhnya saat ia mulai mendapatkan kesadaran sepenuhnya. laki-laki itu mengangkat wajahnya, menatap tempat sekelilingnya berada.

hanya ruangan tak begitu luas berdinding kayu, dan dirinya berada tepat di tengah ruang itu. duduk dengan tubuh terikat di sebuah kursi, dan mulutnya yang ditutup dengan sebuah plester hitam. Uruha menggeliat, berusaha melonggarkan ikatan di tubuhnya. namun sia-sia, tubuhnya terasa sakit di beberapa bagian saat ia berusaha bergerak sedikit demi sedikit.

"sudah sadar, rupanya.." Laki-laki itu berjalan mendekat ke arahnya dengan tersenyum.

kedua mata uruha membulat, ia kembali memberontak dan menggumam, entah apa yang sedang diteriakkannya. namun laki-laki itu justru tersenyum semakin lebar.

"tenanglah Uruha, Aoimu sudah datang. dan sebentar lagi kau akan melihat, apa yang seharusnya kau lihat." bisikan laki-laki itu di telinga uruha, membuatnya risih. tak ada yang bisa ia lakukan selain menatapnya dengan tajam, saat laki-laki itu membelai sisi wajah uruha dengan lembut.

"dari tatapanmu sepertinya kau bertanya-tanya, kenapa aku melakukan ini kan?" ia menatap lekat-lekat sepasang mata uruha. "benci!! aku benci... melihat kau tersakiti, Shima. aku mencintaimu." tatapan Uruha saat itu menunjukan betapa ia sangat terkejut dengan ucapan laki-laki di hadapannya ini. "kau tahu, betapa aku tersiksa melihatmu menderita seorang diri. sementara aku hanya bisa menatapmu dari sisi yang kau tak pernah sadari. tak ada yang bisa aku lakukan untuk menarikmu dari kegelapan, Shima.."

tatapan Uruha yang semula tajam kini melembut saat laki-laki itu menjauhkan wajahnya. kedua sudut matanya mulai basah setelah sekian lama mengering. air mata yang menggenang di pelupuk matanya akhirnya luruh.  laki-laki itu membungkukan tubuhnya. mensejajarkan wajahnya dengan uruha.  jemarinya kembali mengusap sisi-sisi wajah Uruha, menyeka dengan lembut dan penuh rasa sayang, air mata yang berlinangan dari wajah Uruha.  tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka. Uruha yang berseberangan dengan pintu bisa melihat sosok Aoi yang tengah berdiri di ambang pintu. 

"Uruha..!!" Aoi setengah berteriak memanggil namanya. tatapan matanya kemudian beralih pada sosok pria yang berdiri membelakanginya, “tunjukan dirimu pecundang!!”

sebelah sudut bibirnya tertarik,  laki-laki itu dengan jelas dapat merasakan rasa takut dari teriakan Aoi tadi.  dengan perlahan ia membalikkan tubuhnya, membiarkan Aoi menuntaskan rasa penasarannya. ia tersenyum sinis saat sepasang mata Aoi tampak terbelalak melihat dirinya. rasanya ia tak butuh pemenang dalam permainan ini. baginya, ekspresi Aoi saat itu sudah merupakan suatu kemenangan yang telak baginya.

"keparat kau!! apa maksudmu melakukan semua ini?!" Aoi menghardik laki-laki dihadapannya, sambil mengarahkan revolvernya tepat ke arah laki-laki yang sedang tersenyum menghinanya itu. "lepaskan uruha!!"

laki-laki itu tersenyum sinis, "aku kira, Kai sudah memperingatkanmu dengan baik. tapi sepertinya memang kau yang terlalu bodoh, Aoi. harus kukatakan, kau dan Gackt sama berbeda jauh. kau tak pantas menjadi pemimpin Yakuza, menggantikan ayahmu."

"aku tak butuh omong kosongmu, pecundang!! lepaskan Uruha sekarang juga!!"

"tidak, sebelum aku melihat darahmu menggenang dan mewarnai salju di Shirakawa ini."
tangan kiri laki-laki itu mengeluarkan sebuah pisau lipat dari dalam sakunya. diarahkannya mata pisau itu ke leher Uruha, sementara sebelah tangannya menggenggam erat Revolver yang diarahkannya tepat ke arah Aoi.

revolver di genggaman Aoi tampak bergetar, seluruh amarahnya seolah terkumpul di ujung tangannya. “cih, benar-benar brengsek kau, Reita!!”

Reita hanya menanggapinya dengan senyum melecehkan, "aku ingin sedikit bermain-main, bagaimana kalau kita buat kesepakatan?! aku akan melepaskan satu persatu ikatan Uruha, namun dengan sebuah jaminan." senyum sarkatis kembali menghiasi wajahnya.

"apa maksudmu?"

"satu ikatan yang kubuka, sama dengan satu peluru yang bersarang di tubuhmu!"

tanpa memberi peringatan Reita segera menarik pelatuk Revolvernya. beruntung Aoi segera berbalik dan menyembunyikan tubuhnya di balik dinding, hingga peluru itu tak jadi menembus tubuhnya. suara derap langkah yang  terdengar menjauh setelah itu, membuat Reita berdecak kesal.

“ck,!! kau yang pengecut Aoi!!”

Reita membuang pisau di tangannya itu ke lantai, dan meninggalkan ruangan itu untuk mengejar Aoi.  dengan nafas memburu ia mempercepat langkahnya. sepasang matanya memindai dengan cermat jejak-jejak di lantai kayu, dan mengikutinya. namun tiba-tiba jejak itu menghilang. belum sempat berpikir, sebuah suara letupan pistol memberondongnya dari arah belakang. Reita segera berguling dan menyembunyikan tubuhnya di balik sebuah sofa. tanpa melihat, reita membalas tembakan-tembakan itu. ia hanya mengandalkan pendengaran dan instingnya sebagai seorang pembunuh.

hujan peluru yang membabi buta, meluluh lantakan seluruh isi ruangan. beberapa hiasan jatuh dan sebuah figura tampak hancur dengan pecahan kaca yang bertebaran. keadaan itu sempat bertahan beberapa detik sampai terdengar suara erangan, yang seketika menghentikan hujan peluru di ruangan itu.

dengan hati-hati Reita mengintip dari pinggir sofa. dilihatnya revolver milik Aoi yang sudah terlempar, dan darah yang perlahan mulai menggenang. Reita memberanikan diri keluar dari persembunyiannya, dan kemudian menghampiri Aoi yang terduduk dengan luka di kakinya. nafasnya tampak terengah dengan keringat yang membasahi seluruh tubuhnya.

“hah, kena juga!! aku bahkan tak melihat saat menembakmu tadi!! kau benar-benar pecundang Aoi!!”
Reita tertawa terbahak-bahak melihat keadaan Aoi yang begitu menyedihkan dimatanya. tanpa sepengetahuan Reita, Aoi mulai mengeluarkan sebuah pecahan kaca dari figura yang terjatuh. dengan gerakan cepat ia menyabet pecahan kaca itu ke arah kedua kaki Reita.  pecahan kaca itu menyayat kedua kakinya sekaligus, dan dengan jarak yang cukup dekat pecahan kaca itu tak hanya menyayat bagian kulit, namun hingga tembus ke otot halus di betisnya.

seketika tubuh Reita ambruk, ia mengerang keras merasakan perih dan ngilu hebat di kedua kakinya. jerit kesakitan Reita tak berhenti sampai disitu. Aoi dengan cepat mengambil serpihan-serpihan kaca yang lain dan menusukkannya di kaki-kaki Reita. Aoi membenamkan serpihan kaca itu sedalam-dalamnya di kaki reita, hingga menembus ke daging dan otot-otot halus kakinya. Reita semakin menggelepar menahan sakit saat kulit dan dagingnya terkoyak-koyak oleh pecahan kaca. di tengah rasa sakit yang bertubi-tubi menghujamnya, ia masih berusaha menggapai Revolvernya yang terlempar cukup jauh.

belum sempat tangannya menggapai revolver miliknya, sosok Aoi yang ternyata masih bisa berdiri, menyeringai licik dihadapannya. Aoi menginjak tangan Reita yang berusaha menggapai Revolver, ia menginjaknya dengan penuh tekanan hingga menimbulkan bunyi gemeretak tulang-tulang patah dari tangan Reita. merasa tak cukup, Aoi kemudian mengangkat Reita dengan menarik kerah bajunya. tanpa ampun Aoi menghajar wajah reita dengan kepalan tangannya. ia terus bertubi-tubi mendaratkan kepalan tangannya di wajah laki-laki itu. darah kemudian mengalir deras dari hidung dan mulut reita.

"masih bisa kau tersenyum merendahkan aku seperti tadi, hah??!! masih bisa??!!" Aoi kembali menghajar Reita yang bahkan sudah kesulitan untuk bernafas. "aku tak bodoh, heh!! kau tau??! pelurumu itu hanya mengenai kakiku, tapi tak tepat sasaran!! aku sengaja melakukannya untuk memancingmu, sialan!!" dengan keras Aoi membenturkan kepala Reita ke tembok, lalu membiarkan laki-laki itu tersungkur.

saat Aoi menjauh, ia melihat reita tampak tersenyum dan hampir tertawa walau dengan wajah bersimbah darah seperti itu. seolah ia begitu menikmati penderitaan yang sedang dialaminya. tawanya dengan nafas yang terputus itu makin membuat Aoi emosi, diambilnya revolver yang tergeletak tak jauh dari kakinya. dua tembakan tepat diarahkannya ke perut Reita. ia sengaja tak menembak bagian vital, karena Aoi ingin Reita mati perlahan-lahan.

mata Reita terpejam menahan sakit saat peluru itu melesak masuk ke dalam perutnya. ia dapat merasakan sendiri darahnya yang mengalir dari dua lubang peluru di perutnya. perlahan kelopak matanya membuka, bersamaan dengan luruh air matanya.  

"aku puas..." bisiknya lirih, "aku puas mencintainya dengan segenap rasa sakit.." lanjutnya dengan suara yang nyaris tak terdengar.

"bicara apa kau hah??!! Rosario sial!! tak akan ada lagi kebanggaan atas nama Rosario!! Rosario menjemput kematiannya di tanganku—"

Aoi mendadak berhenti bicara. ia merasakan sakit di tengah dadanya. ia meraba bagian dadanya, dan sebuah cairan kental terasa membasahi tangannya. darah!! ada darah yang mengalir deras dari sebuah lubang peluru di dadanya. Aoi menoleh ke arah samping. sosok Uruha dengan tatapan dingin dan revolver di tangannya terpantul di mata Aoi. Uruha mendekat dengan terus menekan pelatuk revolvernya berkali-kali. menyarangkan peluru-peluru peraknya di tubuh Aoi. tubuh Aoi tersentak, dan mundur beberapa langkah hingga tubuhnya bersandar di tembok. kedua kakinya terasa tak sanggup menopang berat tubuhnya, ia perlahan terduduk dengan bersandar tembok.

Uruha melakukan sama seperti yang Aoi lakukan pada Reita. walau tembakannya terkesan tak berarah, namun Uruha tak menyentuh sama sekali bagian vital di tubuh Aoi. membiarkannya mati perlahan.

dengan hati-hati Uruha meletakan tubuh Reita yang sudah tak berdaya di pangkuannya. ia mendekap tubuh teman masa kecilnya itu dengan begitu erat. "Rei..!! maafkan aku!!" Uruha terisak sambil terus memeluk Reita. "ue bodoh!! tak harusnya kau lakukan ini semua, kenapa tak kau katakan sejak awal dirimu sebenarnya?! untuk apa melindungiku hah?!" dengan tatapan yang begitu tegar, Uruha menatap Reita. namun nyatanya air mata itu tetap mengalir dari kedua sudut mata hazzelnya, tampak kontras dengan ekspresi Uruha yang tetap kukuh. bagaimanapun, Reita adalah satu-satunya teman masa kecil Uruha, yang sangat berharga baginya.

laki-laki yang tengah dalam sekarat itu tersenyum menyambut jemari Uruha yang mengusap lembut wajahnya, menyeka darah yang mengalir dan membasahi wajahnya, "sudah kubilang... aku mencintaimu 'kan, Shima? aku ingin kau.. berhenti mengotori tanganmu..." Reita mengambil nafas sebelum melanjutkan kalimatnya, "jika aku terlahir kembali... aku akan berada dekat denganmu... lebih dari siapapun, selamanya... melindungimu lagi.. shima.."

"lalu ruki??!!"

Reita hanya menggeleng perlahan menjawab pertanyaan itu. ia tak punya cukup banyak waktu untuk menjelaskannya. Ruki memang orang yang ada dihatinya, namun tak pernah menggantikan tempat Uruha.

setetes embun tampak mengalir dari salah satu sudut mata Uruha yang terpejam. menahan perasaan sakit yang perlahan  menyelinap dalam hatinya, menyaksikan Reita yang terbata mengucapkan janji dalam tarikan nafasnya yang terakhir. janji untuk melindunginya. Uruha mendekatkan wajahnya, mengecup lembut bibir Reita. darah dan air mata mengalir jadi satu saat bibir mereka saling bertaut untuk yang pertama dan terakhir kalinya. Uruha merasakan hembusan terakhir nafas Reita yang hangat, ia pun perlahan merasakan suhu tubuh Reita yang mulai turun, dan bibirnya yang perlahan kaku dalam kecupannya.

ia menjauhkan wajahnya, menatap Reita yang tampak terpejam dengan damai dalam pangkuannya. "aishiteru mo.. Rei.."

apa yang dilihatnya terasa begitu menyakitkan bagi Aoi, bahkan mengalahkan rasa sakit yang sesaat lalu mendera tubuhnya. "Uru..."

Uruha terkesiap mendengar suara Aoi yang memanggil namanya lirih. laki-laki berparas cantik itu memandang Aoi dengan begitu tajam, "kau ingat saat pertama kali kau membunuh seseorang, di Shirakawa?" tanyanya dengan nada yang begitu tajam. "ingatkah saat kau memandangku dengan begitu rendah saat itu?! aku yang meminta belas kasihan padamu brengsek!! aku..!!! itu aku!!!" Uruha menjerit, melepaskan emosinya yang tertahan sejak bertahun-tahun lalu.

ekspresi wajah Uru yang begitu emosi beberapa detik lalu, kini mendadak hilang. tak ada rona apapun dalam tatapannya yang kini datar dan dingin, "sejak hari itu, aku putuskan untuk membunuh perasaanku. membiarkan dendam menuntunku dalam kegelapan. akulah, Rosario yang kau cari, bukan Reita."

jantung Aoi seolah berhenti. apa yang ia rasakan saat ini, mungkin Uruha sudah tak akan memperdulikannya lagi. Jika Uruha hendak menghancurkannya melalui perasaannya, ia sudah melakukannya. Perasaan Aoi untuk Uruha lebih dalam dari yang tampak. ia bahkan tak berani menyakiti Uruha seujung kuku sekalipun. namun mengetahui fakta dirinyalah yang membunuh orang-orang berharga bagi kekasihnya itu, ia tak bisa memaafkan dirinya sendiri. betapa sulit menerima keadaan dirinya saat itu. melihat sosok Reita yang kaku dalam dekapan Uruha, membuat perasaannya semakin hancur. ia bahkan tak cukup pantas disamakan dengan Reita yang merelakan nyawanya untuk Uruha.

tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya, karena tak akan ada kata yang bisa ia ungkapkan untuk menjelaskan perasaanya saat itu. dalam tatapannya yang kosong, air mata tak berhenti mengalir dari sepasang matanya yang berwarna kelam. tubuhnya seolah membatu. luka-luka di tubuhnya tak lagi terasa, tertutup oleh rasa sakit dan hancur perasaannya sendiri.

dilihatnya Uruha membawa jasad Reita keluar dari rumah itu. beberapa saat kemudian ia kembali, namun Uruha tampak tak menghiraukan keberadaan Aoi. ia terus sibuk menyiramkan cairan di sekeliling rumah kayu itu. setelah selesai, ia kemudian mendekati Aoi. berdiri dengan angkuh di hadapan kekasihnya sebagai Rosario.

"kau tahu, kenapa aku mengulur waktu kematianmu?" Uruha menatap lurus kedua mata Aoi, "karena aku, mulai mencintaimu..."

sepasang mata Aoi membulat sempurna mendengar kata-kata terakhir Uruha. ia tak bisa mengalihkan pandangannya dari uruha yang terus berjalan meninggalkannya. di ambang pintu sosok itu berbalik, menatapnya untuk yang terakhir kali dengan senyum yang terkembang di wajahnya. senyum yang amat disukainya. kemudian Uruha berlalu setelah melemparkan pemantik yang menyala ke rumah itu. api seketika menjalar dengan cepat, merambati tiap sudut rumah tanpa meninggalkan sisa ruang sedikitpun.

Uruha yang membawa jasad Reita terus melangkah menjauhi rumah yang sudah terbungkus api dengan sempurna di belakangnya. membiarkan sosok Aoi terbakar di dalam sana. melakukan hal yang sama seperti kejadian bertahun-tahun yang lalu, saat Aoi membakar jasad kedua orang tuanya.


—OWARI—






yatta ne~ akhirnya selese juga.. lunas sudah hutang saya.
gomenasai untuk akhir yg sangat gaje dan terlalu memaksakan ini m(_ _)m
klo ada typo dan kalimat janggal harap maklum. bikin pake sistem SKS
[Sistem Kebut Semalam] *bahasa mahasiswa/plakk*
jangan tanya kenapa endingnya gini, karena saya juga ga tau kenapa gini endingnya(???)

kritik, saran, koment, correction are wellcome!
thx for reading!! ^0^)/
oya satu lagi, rata2 tebakan minna san semua bener.
cuma saya mau bikin rancu sedikit XD *disambit telor

Tittle : Rosario —Colour Me Blood— [Chap 3]



Tittle : Rosario —Colour Me Blood— [Chap 3]
Author : Shinji Ai
Rating : M
Genre : Angst, DarkFict, OOC, Shonen Ai/BL/Yaoi, Tragedy hurt
Fandom : the GazettE, Deluhi, ScReW.
Pair : Aoi x Uruha, Reita x Ruki, Kazuki x Yuuto
BGM : DAMNATION — Rentrer en soi
a/n : this fic bassed on Sadie song ‘Rosario’, but its difficult for me, to make it as Song Fic. =.=)a
please enjoy minna.. ^_^)


][ = ][ = ][ = ][ = ][ = ][ = ][ = ][ = ][


A week after Byou's death...

suasana tegang seolah tak pernah menguap dari tempat itu. Kematian Gackt, disusul beberapa peristiwa pembunuhan yang terjadi selanjutnya memaksa Aoi untuk lebih waspada. sejak Kai memberikan pendapatnya, saat itulah ia mulai membangun dinding transparan di antara keempat sahabatnya. ia bahkan membuat jarak yang cukup jauh dari anak buahnya yang lain. berjaga-jaga dari semua kemungkinan yang bisa terjadi. siapapun diantara mereka yang tersenyum padanya, bisa saja sedang menyembunyikan belati dan bersiap menikamnya kapan saja.

"Aoi, dia sudah datang."

sapaan Ruki seketika menguraikan isi pikirannya yang pekat. dengan isyarat tangan ia menyuruh Ruki, membawa masuk orang yang dimaksud ke dalam ruangannya. seorang laki-laki dengan T-shirt hitam memasuki ruangannya dengan santai. ia terlihat begitu santainya dan mengacuhkan tatapan tak suka dari beberapa orang di dalam ruangan itu.

"yo, Aoi san!"

Aoi menatap laki-laki dihadapannya dengan serius, "tak perlu basa-basi, cepat laporkan hasil pekerjaanmu Juri."

laki-laki bernama Juri itu mengamati sekelilingnya, dan kemudian tersenyum "aku hanya dibayar untuk mengatakan informasi ini padamu, bukan pada banyak orang. ini informasi mahal, Aoi san."

Reita bangkit setelah mendengar apa yang dikatakan Juri. ia melangkah keluar namun sudut matanya tak lepas dari sosok Juri yang balas menatapnya dengan sebuah senyuman picik. disusul dengan Ruki dan Uruha, hingga kini hanya ada mereka berdua dalam ruangan khusus itu. 

Juri mengedarkan pandangannya, memastikan tak ada lagi orang yang tersisa, "cara kerjanya sangat rapih, dan tersusun dengan pola yang sangat aku kenali."

Aoi mulai menegakkan tubuhnya, "maksudmu?"

"hanya ada satu orang bisa bekerja dengan pola rumit seperti itu. dia juga yang telah mengatur strategi dan sengaja menggiring anak buahmu untuk melakukan transaksi di tempat yang ia inginkan. ia melakukan semuanya tanpa kau sadari."

"bagaimana bisa? aku sendiri yang menentukan dimana lokasi transaksi itu! aku bahkan tak pernah bicara pada siapapun kecuali anak buahku yang benar-benar terikat denganku."

Juri tersenyum tipis, "begitukah? berarti kau tak perlu jauh-jauh mencari tahu siapa Rosario."

Nama itu akhirnya muncul lagi, membuat darah Aoi mengalir dengan cepat ke kepala. menimbulkan rasa sakit yang menyengat, "Rosario lagi?! dia yang menggagalkan transaksiku kemarin? brengsek!! benar-benar brengsek!!"

"tapi sebenarnya, yang menyadap, merakit bom, dan merencanakan semua dengan pola yang kumaksud itu bukan Rosario. orang ini bekerja untuk Rosario."

Aoi memegangi dahinya yang semakin terasa sakit, "sudahlah Juri, jangan berbelit-belit!! kepalaku sakit mendengar nama itu berulang kali!!"

"kazuki... dia yang mengatur semuanya, di bawah perintah Rosario. Kazuki bukan anak buahmu yang terikat bukan? jadi ia tak mungkin tahu semua bisnis dan urusanmu, jika tak ada yang memberi tahu. kau mengerti maksudku 'kan?"

sepasang mata Aoi membulat sempurna. ia tentu tak asing dengan nama itu. sejujurnya ia menaruh kepercayaan yang cukup besar dan seketika rasa percaya itu runtuh mendengar semua penjelasan Juri. Aoi mengepalkan tangannya erat, menahan desir amarahnya yang semakin mendesak.

"di mana dia sekarang?!" tanya Aoi dengan suara yang lebih tinggi.

"terlambat, sehari setelah kematian Byo dia pergi meninggalkan Tokyo bersama Yuuto. entah dimana dia sekarang."

Aoi meraih sebuah gelas wine di hadapannya lalu dengan sekuat tenaga ia melemparkannya ke arah tembok hingga hancur. rasa kesal dan kecewa dalam dadanya terasa begitu menyesakkan dan butuh penyaluran. sementara Juri hanya menatap datar pada pecahan gelas yang kini berserakan di lantai.

"sepertinya memang tujuan terakhirnya adalah kau, Aoi san. tapi mengapa ia tak segera membunuhmu setelah Byou? kenapa ia mengulur waktu? semakin lama, jati dirinya bisa segera diketahui bukan?"

ruangan itu kembali sunyi, Aoi hanya memikirkan sendiri semua pertanyaan Juri dalam benaknya. tak lama berselang wajah juri tampak begitu kaget. setelah sadar dari lamunannya, saat itu juga pendengaran Aoi mendengar suara gaduh dan beberapa kali terdengar suara letusan pistol yang samar karena diberi peredam.


***********


suara langkahnya terdengar menggema di lorong. laki-laki bertubuh tinggi itu kemudian berhenti di sebuah pintu bercat hitam. sosoknya kemudian menghilang di balik pintu yang kemudian tertutup rapat.
di dalam ruangan yang remang itu ia menempatkan tubuhnya di sebuah kursi coklat besar di balik meja kerja. ia kemudian menyandarkan punggungnya, mata yang selalu tampak sendu itu kini terlihat lebih mendung. suasana yang hening perlahan menuntun kelopak matanya untuk terpejam.

ruangan itu kembali sunyi, hanya terdengar suara detak jam dinding. dalam matanya yang terpejam berselimut sunyi, hatinya berteriak keras mengutuk takdir yang terasa begitu hina mempermainkan dirinya. semua yang ia lakukan telah menjadikannya seseorang yang bahkan lebih rendah dari semua orang yang dianggap musuh-musuhnya. ia menjelma menjadi sosok yang tak dikenalnya, dan ia tak lebih baik dari semua orang yang hina dalam pandangannya.  dalam rasa penat dan frustasi akan dirinya sendiri kilasan-kilasan peristiwa sekian tahun silam justru berputar dalam benaknya. bagai mimpi buruk yang menyeretnya dengan paksa ke dalam pusaran masa lalu.

.

.

anak laki-laki kecil itu meraung disamping tubuh ayahnya yang terdiam kaku dengan mata terbelalak. tangan kecilnya berusaha mengguncang sosok ayahnya. dalam rasa takut dan bingungnya terdengar suara lirih memanggil namanya. ia menoleh, melihat sosok wanita yang menjulurkan tangan ke arahnya.

"kaasan..."

ia bangkit dan bermaksud menghampiri ibunya. namun langkahnya terhenti saat seorang laki-laki dengan jas hitam keluar dari ruangan tempat dimana ibunya berada. tiga orang laki-laki bertubuh kekar keluar dari ruang yang sama, mengiringi laki-laki yang keluar lebih dulu. sekilas ia melihat, semua orang asing itu memiliki tatto yang sama di pergelangan tangan kiri mereka. namun anak laki-laki itu tak peduli, ia kemudian berlari menghampiri ibunya, memeluk dan mendekapnya dengan erat.

"kaasan..apa yang terjadi?! kaasan.. katakan sesuatu..!!!" jerit anak laki-laki itu.

wanita itu berusaha tenang walau nafasnya mulai tersengal. dengan sisa tenaga dan tarikan nafasnya yang terputus-putus, ia memandangi wajah putranya, mengusap lembut pipinya yang telah basah oleh air mata.

"jangan kau bawa amarahmu hari ini.. lupakan.. kaasan, tak ingin kau jadi seperti mereka.. berjanjilah.."

perhatian anak laki-laki itu sesaat tersita. ia melihat seorang anak laki-laki lain yang sebaya dengan dirinya, berdiri dihadapannya dan menatapnya dengan angkuh. sebuah revolver di tangannya, diarahkan tepat ke kepala wanita yang tengah berjuang antara hidup dan matinya.

"jangan.. kumohon, jangan bunuh ibuku..."

permohonan itu tak ditanggapinya. anak laki-laki dengan revolver di tangannya itu justru menoleh ke arah laki-laki berjas hitam yang sedang menyaksikannya.

"Bunuh dia, Aoi!! buat aku bangga. jangan kau sisakan rasa belas kasihan dalam hatimu! itu sama sekali tak berguna!!" perintah laki-laki bernama Gackt itu telah begitu jelas. tanpa ragu anak laki-laki itu menarik pelatuk pistolnya.

suara jeritan keras dan pilu terdengar menggema setelah sebuah peluru melesat deras dari ujung revolver menembus kepala wanita itu. meloloskan nyawanya seketika dalam waktu singkat. warna merah darah yang pekat bercampur warna putih sel otak mengalir deras membasahi hampir seluruh tubuh anak laki-laki yang sedang mendekapnya.
anak laki-laki itu kembali menjerit melepaskan amarahnya. ia mendekap tubuh yang sudah tak bernyawa itu dengan lebih erat. tak rela bahwa nyawa dari tubuh dalam dekapannya baru saja melepaskan tarikan nafas yang terakhir.

salah satu laki-laki bertubuh tegap itu tiba-tiba menyeretnya, menjauh dari jasad ibunya. ia berusaha memberontak namun sia-sia. ia diseret keluar dari dalam rumahnya. ketiga laki-laki itu kemudian menyiramkan bahan bakar dan kemudian membakar rumah beserta jasad kedua orang tuanya. dalam malam yang pekat, nyala api yang berkobar-kobar itu terpantul ke dalam matanya yang basah. ia kemudian menengadahkan kedua tangannya yang benar-benar basah oleh darah kedua orang tuanya. tak ada yang bisa ia lakukan selain menjerit meneriakkan rasa sakit dan tak rela dengan kematian orang tuanya dan semua yang ia alami.

.

.

BRAKK!!

suara pintu yang didobrak paksa membuatnya tersentak. ketika ia membuka mata, seseorang menodongkan sebuah  revolver ke arahnya. dengan cepat ia mengambil revolver dengan jenis yang sama yang ada dibawah mejanya. detik berikutnya terdengar suara letusan senjata yang terdengar nyaris bersamaan.

suara gaduh dari ruangan itu terdengar sampai di lantai atas. beberapa orang segera bergerak menuju ruangan yang berada di lantai bawah. Aoi kemudian sampai di ruangan itu bersama dengan Juri dan Aggy. Aoi mengernyit melihat isi ruangan yang kacau. di beberapa tempat terdapat ceceran darah, membentuk jejak yang kemudian mengarah ke pintu keluar dan hilang sama sekali. yang semakin membuatnya terkejut, Aoi tak pernah tahu ruang di sudut lantai bawah itu ternyata ada yang menggunakan.

Aggy kemudan mengambil secarik kertas yang tampak ditulis dengan darah. ia lalu memberikannya temuannya kepada Aoi.

salju merah Shirakawa
darahmu atau uruha.
—Rosario

Aoi melumat kertas itu dalam genggamannya, "brengsek!!! ia membawa Uruha?!!"
mimpi buruknya benar-benar jadi kenyataan sekarang. wajah Aoi tampak memerah menahan amarah. raut wajahnya menunjukan ketegangan yang luar biasa. ia tentu tak akan pernah melupakan Shirakawa. tempat di mana pertama kalinya ia membunuh seseorang dengan disaksikan oleh ayahnya sendiri. tempat yang menjadi kebanggaannya itu kini berbalik menjadi ancaman baginya.

"dimana yang lain? Kai, Ruki, Reita?" tanya Aoi pada semua anak buahnya yang berkumpul disana.

Aggy kemudian menggeleng, "aku tak tahu. aku sedari tadi hanya menunggu di depan ruanganmu dan tak tahu kemana mereka semua pergi."

ia menarik nafasnya panjang, menjernihkan pikirannya untuk sejenak. Aoi tampak sedikit lebih terkendali setelah berpikir tentang Shirakawa, setidaknya ia tahu ke mana ia harus pergi.


To be continue...





maap lama apdet, mudah2an ga lupa ceritanya *plak
gomen juga lanjutannya dikit, datar, en ceritanya ga mutu blass.. -__-")
apdet kilat, no edit, typo dimana-mana mungkin.
dan ternyata di luar dugaan saya yg jadi lebih dari 3 chapter.. DX
komen, kritik, saran, ditunggu.