Tittle : Rosario —Colour Me Blood—
Author : Shinji Ai [kazuki no bini XD]
Rating : M
Genre : Angst, DarkFict, OOC, Shonen Ai/BL/Yaoi dan
sejenisnya(?)
Fandom : the GazettE, SCREW, Miyavi, [Gackt and Klaha malice
mizer, not appear just the name]
Pair : Aoi x Uruha, Reita x Ruki, Kazuki x Yuuto
BGM : Rosario – Sadie, Serendipity – Ruiza
a/n : this fic bassed on Sadie song ‘Rosario’, but its
difficult for me, to make it as Song Fic. =.=)a
please enjoy minna.. ^_^)
===========
I'm the sicker. I'm in the darkness. I'm a demons child.
I lost control and I gathered pain.
aku benamkan diriku dalam kegelapan demi melihat
penderitaan. aku ingin melihat darah yang mengalir di bawah bayanganku.
kematian mereka akan terkumpul ditanganku, penderitaan yang akan terbakar ke
dalam mataku.
aku bukan seseorang yang haus darah, darah mereka yang
mengalir hanya untuk membasuh dosa mereka di kakiku..
aku memang bukan Tuhan, aku hanya ingin mengembalikan apa
yang mereka berikan padaku. memberi mereka pembalasan yang sempurna dengan
caraku...
][ ~ ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][
laki-laki kurus dengan banyak rajah di tubuhnya itu terbatuk
keras. tangannya mengepal erat menahan rasa sakit luar biasa setelah seseorang
menghantamkan sebuah guci tepat ke arah wajahnya hingga pecah. ia pun sempat
merutuki dirinya, yang masih bisa sadar setelah kepalanya dihantam benda keras
seperti itu. pecahan guci itu berhamburan tepat di depan wajahnya yang
tertelungkup. mata hitamnya tiba-tiba membeliak, sesuatu menggumpal dan
menyumbat tenggorokannya, membuatnya sulit bernafas. udara tak kunjung mengisi
paru-parunya, membuat kadar oksigen dalam darahnya semakin menipis. semakin
tipis pula waktu yang dimilikinya untuk tetap terjaga. laki-laki itu panik
bukan kepalang, jika ia kehilangan kesadaran dengan keadaan seperti ini, ia
tentu tak akan sadar untuk selamanya. ia berusaha keras menekan tenggorokannya
memaksa gumpalan itu keluar dari kerongkongannya.
“Uhhhuukk.. uhhuk!!”
darah pekat yang menggumpal tersembur keluar dari mulutnya.
lantai di depan matanya kini tampak basah oleh genangan darahnya. ia bergidik
melihat begitu banyak darahnya yang ia muntahkan. bau amis darahnya segera
menyerang indera penciumannya. membuatnya mual, dan hampir mengeluarkan isi
perutnya.
“kau tampak menderita sekali, meev…” laki laki itu tersenyum
sinis diiringi tawa kecil melihat meev yang hampir mati tersedak darahnya
sendiri.
meev menengadahkan wajahnya, mencoba melihat sosok berbaju
putih dengan jubah hitam panjang yang melihatnya sekarat dengan segala
keangkuhannya. auranya begitu dingin namun terasa panas dan kuat sekaligus. ia
tak mampu menyelami mata sosok dihadapannya, karena laki-laki itu menutup
matanya kacamata berwarna gelap. meev bahkan tak mampu mengenali siapa orang
ini. laki-laki dengan ekspresi dingin dan angkuh itu membuka kacamatanya,
membiarkan meev menuntaskan rasa ingin tahunya, setidaknya sebelum ia mati. sosok
wajah yang dilihatnya seketika membuat meev terbelalak. rona lembut dari
wajah yang amat sangat dikenalinya itu
telah lenyap. berganti dengan rona dingin dan tanpa perasaan sama sekali.
“kau—“
DHUUAAGG !!
ia menendang wajah meev dengan keras, membuat laki-laki yang
sudah sekarat itu terguling-guling di atas pecahan guci yang berserakan.
beberapa pecahan guci yang runcing tertancap di punggung dan lengannya. meev
menjerit merasakan sakit dan ngilu yang begitu hebat menjalar di sekujur
tubuhnya. dari hidungnya darah mengalir dengan deras tanpa bisa ia bendung.
bahkan untuk mengambil nafas rasanya ia sudah tak sanggup. merasa belum cukup,
laki-laki itu menginjak beberapa pacahan guci yang tertancap di punggung meev.
membuat pecahan itu semakin dalam menembus kulitnya.
“akk.. aam..ampuni aku..”
laki-laki itu berlutut, memaksa wajah meev mendongak dengan
menarik rambutnya yang sudah basah oleh darah.
“aku tak yakin apa kau masih pantas dikashihani meev. apa kau pernah peduli pada penderitaan orang
lain? kau bahkan tak peduli
penderitaanku saat itu?”
“ma..aaf..ak.aku..akhh!!”
kata-kata itu justru membuatnya muak. baginya kata maaf itu
tak lebih dari sekedar omong kosong. semua orang akan meminta maaf darinya jika
sudah tak punya daya upaya untuk melawan. kata maaf hanyalah tameng untuk berlindung, bukan
sebuah pernyataan tulus dari hati. andai semua orang bisa dengan tulus
mengatakan maaf, mungkin ia masih bisa berpikir dua kali. laki-laki dengan
wajah dingin itu tersenyum, ia tahu tak ada ketulusan dalam dunia tempatnya
bergelut. yang ada hanyalah bagaimana berlindung saat sedang terpojok,
bagaimana menjatuhkan seseorang saat ada kesempatan dan bagaimana menusuk
seseorang dari jarak yang cukup dekat tanpa dicurigai. rasa muak itu semakin
menyengat kepalanya, membakar amarah yang semula bisa ia kendalikan dengan
baik. rasa kesal dan amarah yang tiba-tiba meledak itu butuh penyaluran. ia
menarik keras rambut meev, dan membenturkannya ke tembok beberapa kali sampai
ia merasa puas.
“kau pantas mendapatkannya!! penderitaanmu yang hanya
sekejap mata ini tak ada apa-apa dibandingkan denganku. kau menjualku pada
orang-orang itu, membiarkan mereka menyiksaku, dan tak membiarkan aku mati!!”
“maafkan..ak..ku.. sung..guh..”
maaf yang sebenarnya terucap tulus itu tak pernah terdengar.
untuk pertama kalinya meev kembali menangis setelah sekian lama ia lupa
bagaimana caranya mengeluarkan air mata dari sudut matanya. saat kematian telah jelas menampakkan diri di pelupuk
matanya, ia bagai tersadar dan seolah bisa melihat dengan jelas penderitaan
laki-laki pembawa kematiannya ini. penderitaan yang dulu hanya ditanggapinya
dengan tawa, dan kini saat keadaan berbalik tak ada yang bisa ia lakukan.
“nah.. itu peraturannya, kau akan meminta maaf setelah tak
lagi berdaya kan? sama seperti Gackt dan yang lain. mereka bisa tertawa
terbahak-bahak saat berkuasa, dan saat kematian kubawa pada mereka, mereka
meminta maaf dan ampunan, cih! munafik!”
Miyavi mengernyit, walau terluka parah, ingatannya masih
bisa bekerja dengan baik. beberapa hari lalu Gackt—pemimpin yakuza paling besar
di Tokyo, ditemukan tewas terbunuh. sebelum itu pun ia sempat mendengar
beberapa nama yang mati terbunuh dengan menyisakan sebuah nama,
“Ro-Rosario…” pekiknya sambil terbata.
laki-laki itu menoleh, “kau memanggilku meev?” ia tersenyum
miring, lalu mengeluarkan sebuah pisau lipat yang cukup panjang dari dalam
jubahnya, “baik, aku akan memaafkanmu. tapi sebelumnya penuhi aku dengan
darahmu…”
JRAASHH!!
ia menghujamkan pisau dalam genggamannya di leher meev,
membuat laki-laki itu mengejang sekarat dengan seketika. ia bahkan tak sempat mengambil nafas
terakhirnya. darah meev memancar keluar membasahi sebagian wajahnya yang putih
bersih. memberi warna pada kulitnya yang agak pucat. dengan ekspresi datar ia
nikmati sekilas penderitaan laki-laki dihadapannya. laki-laki yang pernah
menertawakan penderitaannya di masa lalu.
dengan jemarinya yang terbungkus dengan sapu tangan,ia
menuliskan sebuah nama dengan darah meev. ia menuliskan nama dilantai disamping
jasad meev yang terbujur kaku dengan pisau yang masih menancap di lehernya.
ROSARIO
][ ~ ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][
aoi mengepalkan tangannya dengan erat. ia begitu ingin
meremukkan kepala seseorang saat ini. rasa sakit, sedih, dan kehilangan
menyesaki ruang dalam pikirannya. rasa kesal dan amarahnya benar-benar butuh
penyaluran, namun tak ada yang bisa ia lakukan selain memaki. sampai detik ini
misteri kematian ayahnya belum terungkap. hanya nama “Rosario” yang tertinggal
dalam jejak kematian ayahnya, Gackt.
“aku harus menemukannya!! aku harus membalaskan kematian
ayahku!!” teriaknya emosi.
Reita, Ruki, dan Kai hanya saling melempar pandang. sudah
hampir 3 minggu kematian Gackt namun mereka masih belum menemukan apa-apa.
bahkan seminggu setelah kematian Gackt, peristiwa serupa kembali terulang.
Miyavi atau yang lebih dikenal Meev mati terbunuh. kematian pemilik club host
itu pun menyisakan nama yang sama, Rosario. peristiwa itu membuat Aoi semakin
jengkel, karena miyavi juga salah satu teman dekatnya.
melihat aoi yang kembali kalap, uruha berusaha
menenangkannya. ia mengelus lembut bahu Aoi. “tenanglah Aoi, jangan gegabah.
anak buahmu pasti akan menemukan Rosario..”
“aku ingin mencarinya sendiri,,,” jawab aoi dengan nada
membentak.
“kumohon Aoi, jangan bertindak nekat. ia bisa membunuh
ayahmu, tentu ia bukan orang sembarangan bukan?"
Aoi menatap sepasang mata hazzel milik Uruha yang tampak
basah, "aku hanya takut terjadi sesuatu denganmu. kumohon dengarkan aku,
Aoi" Uruha memeluk erat tubuh Aoi yang masih berdiri dengan tatapan kaku.
pelukan hangat itu perlahan membuatnya tenang untuk sejenak.
“uruha benar, orang yang bisa membunuh ayahmu tentu bukan
orang sembarangan.” Ruki ikut menimpali, "mungkin dugaanmu tentang Klaha
san benar, bisa saja ia pembunuhnya."
Aoi mengalihkan perhatiannya pada sosok Ruki dan tertegun
untuk beberapa saat. hingga akhirnya ia teringat sesuatu.
“mana Byou?? bukankah ia harus menyerahkan uang hasil transaksi
padaku hari ini??” Aoi mengarahkan pertanyaan itu pada Reita. kemarin ia memang
memerintahkan Reita untuk menjemput Byou. namun laki-laki dengan penutup hidung
itu justru ada disini sekarang.
Reita menanggapi dengan acuh tatapan tajam Aoi yang
diarahkan padanya. ia justru berjalan dengan santai ke sofa di sudut ruangan.
Reita duduk dengan santai seraya mengambil sebatang rokok dari dalam sakunya.
“oya, aku lupa…” jawabnya santai.
“brengsek!! kau masih bisa bersikap seperti itu setelah
kematian ayahku, hah?! cepat bawa mereka ke sini sekarang atau kupecahkan
kepalamu!”
Reita tersenyum miring. menatap aoi hanya dari sudut
matanya, “benarkah? sebelum kau melakukannya, aku akan memecahkan kepalamu
lebih dulu.” jawabnya datar. ia kemudian berdiri lalu meniggalkan ruangan tanpa
pamit.
Ruki menggeleng pelan. ia tak pernah habis pikir, mengapa
Reita selalu bersikap seperti itu. Ruki pun
telah berkali-kali mengingatkan Reita agar tak terlalu memperlihatkan
rasa tak sukanya pada Aoi. sikap yang bagi Ruki bisa membahayakan nyawa Reita
sendiri. Aoi tak akan segan menghabisi nyawa siapapun, dan hal itu yang paling
ditakutkan oleh Ruki. ia tak ingin Reita mendapat masalah karena sikapnya yang
terlalu acuh pada Aoi. “ah, maafkan dia, kau tau dia memang seperti itu kan?”
“ah, sudahlah! lebih baik kau susul dia, jangan sampai dia
merusak rencanaku!”
Perintah yang diberikan Aoi diterimanya dengan baik. Ruki
segera mengangguk lalu bergegas pergi menyusul reita. sepeninggal Ruki dan
Reita, kini hanya tinggal Kai dan Uruha yang menemani Aoi.
“kau jangan terlalu emosi seperti itu Aoi, dinginkan
kepalamu sejenak.” Uruha menasihati kekasihnya. membuat perhatian Aoi kembali
tertuju pada kedua matanya. hanya tatapan teduh Uruha yang mampu
menenangkannya. ia tak tahu apa ia bisa bertahan jika suatu hari ia kehilangan
Uruha. sejak kematian Ayahnya, disusul kematian teman dekatnya, ia menjadi
paranoid. ia begitu memprioritaskan keamanan dan keselamatan Uruha dibanding
dirinya sendiri.
"kau istirahatlah, aku ingin bicara berdua dengan
Kai." Aoi mengecup lembut bibir Uruha sebelum ia keluar dari ruangan itu.
setelah Uruha keluar, Aoi kembali melanjutkan pembicaraannya dengan Kai.
satu-satunya orang yang tersisa disana.
“aku butuh pendapatmu, kai.”
kai tersenyum. senyum itu mengandung arti yang lebih banyak
dari yang diketahui Aoi. laki-laki berambut hitam dengan dimple di wajahnya itu
sekilas tampak begitu manis. Ia juga sosok yang periang dan ramah. namun siapa yang
sangka jika di balik wajah manisnya, Kai adalah seorang pembunuh berdarah
dingin kebanggaan Gackt, ayah Aoi. ia dapat dengan sempurna menutupi jati
dirinya. ia jarang sekali berbicara sesuatu yang serius, namun ia punya
pemikiran yang cukup bisa dipertimbangkan. membuatnya jadi salah satu orang
kepercayaan Gackt.
“pembunuh itu bisa siapa saja, aoi. bahkan mungkin berada
sangat dekat denganmu.”
“apa maksudmu?”
“aku kira gakuto san telah dengan baik mengajarkanmu
bagaimana keras dan tak terduganya hidup. kau tahu dengan pasti siapa ayahmu,
dan tak ada yang tak ingin membunuhnya ‘kan?”
Aoi mengernyit, tak mampu mencerna maksud kalimat Kai,
“jangan berbelit-belit kai!!”
“hahahah, entahlah. aku hanya merasa kau terlalu jauh
berpikir. terlalu tak masuk akal jika kau menuduh klaha-san. bisa saja
pembunuhnya adalah…” kai melirik ke arah Aoi yang tampak begitu penasaran
dengan lanjutan kalimat darinya,“aku”
“kau—“
“hahahah… aku hanya bercanda, jangan dianggap serius begitu.
tenanglah..” Kai tertawa lepas melihat ekspresi Aoi.
“baka!! ini bukan waktunya bercanda!! kau pikir aku akan
berpikir dua kali untuk melubangi kepalamu hah?”
Kai kembali menunjukan senyumnya yang menyimpan ribuan
makna. senyum yang sulit ditebak oleh Aoi, "kau tak akan bisa membunuhku
Aoi, kau bukan apa-apa tanpa ayahmu, dan aku pun bisa membunuhmu kapan
saja."
Aoi terdiam. ini adalah kali pertama ia melihat Kai bicara
dengan nada seperti itu. bukan hanya gurauan seperti biasa. tatapannya saat itu
pun terasa berbeda. tatapan dingin dan keji yang selama ini tak pernah
ditunjukannya pada siapapun.
“tapi aku benar-benar mengingatkanmu Aoi, siapapun bisa jadi
adalah Rosario, dan mungkin ia sedang menunggu waktu yang tepat menghabisimu.”
jawabnya sambil berlalu, meninggalkan Aoi dalam ruangan itu sendiri. kalimat
itu berhasil menggetarkan rasa takutnya. sebuah perasaan takut yang selama ini
tak pernah dirasakannya tiba-tiba menyelinap di relung-relung hatinya.
menggerataki batinnya dalam keheningan di ruangan itu
][ ~ ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][
angin laut di dermaga sore itu menerbangkan helai-helai
rambutnya. namun ia tetap berkonsentrasi, dan berusaha tak terganggu oleh angin
yang menerpa wajahnya dengan cukup kencang. matanya terus mengawasi sebuah
limousine hitam yang terparkir cukup jauh darinya. dari tempat yang sama ia
juga mengawasi seseorang yang sedang berdiri disamping motor besarnya. ia
menekan sebuah tombol, lalu membetulkan letak handsfree di telinganya.
“bagaimana pekerjaanmu, kazuki san?” kali ini matanya
terfokus pada sosok pemuda dengan kemeja kotak-kotak biru yang sedang berdiri
disamping motor besarnya. raut wajah pemuda dengan banyak piercing di wajahnya
itu tampak sedikit tegang.
“sudah kubereskan semuanya, kau bisa hubungi dia sekarang
dan mereka semua akan mendengar suaramu..”
“baiklah, kau tetap disana sampai kuperintahkan kau untuk
pergi.”
“ya, setelah pembicaraanmu terputus aku akan segera
bersihkan mereka”
laki-laki itu tersenyum, lalu memutus pembicaraannya dengan
kazuki. ia mengeluarkan sebuah ponsel flip
yang ditinggalkan kazuki untuknya. ia sengaja menyuruh kazuki
meninggalkannya disuatu tempat. ia tak ingin kazuki melihat atau mengenali
wajahnya. jemarinya segera bergerak lincah,mengikuti instruksi yang diberikan
kazuki. ia kemudian melepas handsfree di telinganya, menggantikannya dengan
ponsel yang ada di tangannya.
laki-laki itu tersenyum tipis saat sebuah suara di seberang
sana menjawab panggilannya, “senang bisa bicara dengan kalian, setidaknya untuk
yang terakhir kali..”
“siapa kau?? kenapa bisa??” jawab suara di seberang sana
yang terdengar sangat kaget.
“aku tak punya banyak waktu menjawab pertanyaanmu. kematian
kalian semua adalah harga yang sebanding bagiku..”
“brengsek, jangan macam-macam!! siapa kau sebenarnya?!!”
“aku... Rosario…”
kazuki agak terkejut mendengar percakapan yang baru saja
didengarnya. ia telah menyadap dan membuat pembicaraan itu bisa didengar
olehnya, sesuai dengan permintaan laki-laki asing yang ternyata bernama Rosario
itu. ia tak mengira sedang berurusan dengan seseorang yang paling dicari saat
ini. seseorang yang sudah membunuh beberapa orang penting. salah satunya adalah
ayah dari atasannya, Aoi. namun dengan cepat ia mengendalikan perasaannya. saat
ini yang terpenting adalah menyelesaikan pekerjaannya. setelah menyebutkan
namanya, Rosario memutus sambungan teleponnya. begitu sambungan telepon
terputus, kazuki segera mengeluarkan sebuah benda seperti remot dari dalam
sakunya. ia kemudian menekan salah satu tombol.
BLAARRRR!!!
limousine itu meledak dan terbakar. semua orang dalam
limousine itu terjebak dan mulai terbakar satu persatu. melalui teropong
kecilnya, Rosario melihat dengan jelas saat satu persatu orang dalam mobil itu
terbakar hidup-hidup. setelah mengatur lensa teropongnya, ia dapat dengan lebih
jelas melihat saat orang-orang dalam mobil itu menggeliat dalam jilatan api
yang berkobar. ia begitu menikmati pemandangan yang mungkin bagi sebagian besar
orang justru mengerikan. letak limousine itu berada di pinggir dermaga tak
terpakai yang cukup sepi, hingga tak ada orang yang mengetahui kejadian itu.
setelah beberapa saat ledakan kembali terjadi, membuat limousine itu hancur.
bahkan beberapa bagiannya terlempar ke laut dan tenggelam.
Ketika ponselnya bergetar, kazuki tak segera menjawabnya.
untuk beberapa saat ia merasa khawatir dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.namun
bayangan Yuuto yang sekilas ada dalam benaknya, membuatnya kembali tegar.
“pekerjaanmu sangat bagus, kazuki-san.” jawab suara
diseberang sana, “kau pasti mendengar pembicaraanku, lalu aku ingin tahu sikap
apa yang akan kau ambil?”
kazuki terdiam sejenak. meredam pikirannya yang kembali
kalut. ia bisa saja dianggap sebagai penghianat oleh Aoi jika sampai ada yang
tahu ia bekerja sama dengan Rosario. Aoi memang tak akan membunuhnya, tapi ia
tahu betul ketakutan terbesarnya. ia akan membunuh seseorang yang sangat
berharga bagi kazuki, Yuuto.
“aku hanya meminta
bagianku, setelah itu urusan kita selesai.”
“hmm, kau tidak ingin mengetahui siapa aku?”
kazuki menarik nafas panjang, dalam hatinya memang terbesit
rasa penasaran. namun perasaan itu segera dibuangnya jauh-jauh. ia ingin
menyudahi semua urusannya dengan Rosario. “tidak, siapapun kau, aku tak peduli,
dan bukan urusanku. urusanku padamu hanya bayaran atas pekerjaanku, setelah itu
semua selesai.”
Rosario tersenyum dari seberang sana, “aku suka caramu
bekerja kazuki-san. kau ambil bagianmu
di tempat kau meninggalkan ponselmu tadi. jumlahnya lebih dari cukup untuk
pengobatan Yuuto kekasih tercintamu. setelah itu kau bisa cari pekerjaan lain.
berhentilah bekerja untuk Aoi, demi keselamatan Yuuto.”
nafasnya tiba-tiba berhenti. rasa penasarannya bertambah
berkali-kali lipat. sebelum ia sempat bertanya lebih lanjut Rosario sudah
memutuskan teleponnya. entah siapa seseorang dibalik nama Rosario itu, ia
begitu tahu banyak tentang dirinya bahkan tentang Yuuto. memang ia tak punya
pilihan lain, ia rela melakukan apapun bahkan menjadi pembunuh bayaran hanya
untuk Yuuto.
“tunggu. dia.. dia pasti seseorang yang berada dekat dengan
Aoi. tak ada yang tahu kehidupanku kecuali orang-orang yang dekat dengan Aoi
san. itu berarti…”
To Be Continue~

========
bacot session: yuhuu~~ Im back *tebar2 mawar*
setelah hampir 2 bulan hiatus, ane kembali dengan fanfic
basic m(_ _)m
basic bunuh-bunuhan, peyiksaan, dan fandom basic ane,
Gazetto!!
setelah berkarat dalam folder, akhirnya ni fic di publish,
tapi keknya ceritanya aneh
au dah~ udah lama ga diterusin jadi gimana gitu (_--)a
yasu~ ane butuh dukungan anda pemirsa, coment, kritik,
saran, dlsb..
thx for reading :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar