Duality of mind

Selasa, 28 Juni 2011

MasoSadie II [fanfic]

title : MasoSadie [Chap 2]
author : shinji ai
rating : M
genre : angst, yaoi, tragedi, romance, bunuh2an, bacok2an, pancung2an,, *apasih??*
fandom : the gazette, alice nine, deluhi
pair : reita X ruki, Aoi X uruha,
song : Living dead, the farthest, GALD [deluhi], 13STAIRS[-]1,Taion [the gazette]

~enjoy~

****

Ruang kamar itu tampak gelap. Tirai yang menutupi jendelanya menghalangi sinar matahari untuk masuk. Laki laki berambut pirang itu duduk di lantai kamarnya tanpa alas. Ia menyandarkan tubuhnya pada sisi tempat tidurnya. Kepalanya menengadah ke atas, matanya terpejam rapat dan sesekali hanya tampak putih bola matanya.

            Ia menikmati tiap detik dari rasa sakit yang menjalar rata di tiap luka, di tubuhnya. Ia menggoreskan silet di sepanjang tangan kirinya. Terus dan terus hingga kulit putihnya hampir tak terlihat,karena tertutup darah yang mengalir. Semakin lama, semakin dalam silet itu ia tancapkan menembus kulitnya. Rasa nikmat sekaligus perih itu masih tak cukup baginya, kini tangannya mulai menggoreskan silet itu dada putihnya yang tak tertutup selembar benang pun. Tetesan merah dan pekat perlahan mengalir dari dadanya. Semakin deras darah yang menetes, Ia semakin memejamkan matanya, menikmatinya. Ia terus menggoreskan benda tipis dan tajam itu, hingga dada putihnya kini menyatu indah dengan warna darahnya.

            Perlahan pandangan matanya mulai kabur. Ia mulai kehilangan cahaya dari matanya, akibat banyaknya darah yang keluar dari tubuhnya. Ia merasa sesuatu yang berat menggelayuti kelopak matanya. Pelan-pelan matanya mulai terpejam. namun sebelum ia menutup matanya dengan sempurna, matanya sempat menangkap sosok bayangan laki-laki menopang tubuhnya yang mulai ambruk kehilangan kesadaran.

^^^^^

Pintu yang tiba-tiba dibuka dengan kasar, membuyarkan dua orang yang sedang bercumbu di balik sebuah meja kerja. Mata Shiroyama yuu aka Aoi, menatap seseorang yang baru saja masuk diruangannya itu dengan tatapan ingin membunuh.
“brengsek kau!! Ingin kupecahkan kepalamu itu hah??!!”

“kau yang brengsek!! Di mana Ruki??!!” Reita mengepalkan tangannya erat-erat. Tanpa harus dipecahkan oleh Aoi, kepalanya memang terasa akan pecah. Rasa takut, khawatir dan cemas begitu menyesaki pikirannya.

“apa maksudmu? Ruki? Mana aku tahu, aku tak ada urusan dengannya!!” Keduanya saling bertatapan tegang.

“hei.hei..tunggu, tenanglah sedikit. Masalahnya tak akan jelas jika kalian emosi seperti ini.” Uruha, Laki-laki berparas cantik dengan mata indah  itu berusaha menenangkan kekasih dan sahabatnya yang sedang berseteru.

Reita mengambil nafasnya dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya yang terlalu kalut dengan hilangnya Ruki. Lagipula jika benar Ruki ada di tangan Aoi, ia harus berhati-hati dan lebih menjaga sikapnya. “Ruki tak ada di apatonya, kupikir kau yang—“

“menculiknya?” Aoi buru-buru memotong kalimat Reita. “untuk apa aku melakukannya? Kau harusnya berpikir dengan otakmu,bodoh!! Kau sudah kuperingatkan, tapi kau tak pernah mendengarkan aku..”

Reita menunduk dalam-dalam, dan mengepalkan tangannya lebih erat. Berbagai macam pikiran semakin menyesaki ruang-ruang kosong dalam pikirannya. Aoi benar, ia merasa sangat bodoh. Jika terjadi sesuatu pada Ruki, ia pasti tak akan memaafkan dirinya sendiri. Hal yang harusnya dilakukan sejak dulu, justru tak dilakukannya dan sekarang berakibat fatal. Beberapa saat kemudian, Kai dan Juri masuk ke ruangan itu.

“Reita, kau kenapa?” sapaan Juri membuyarkan lamunan Reita. Kai tampak tersenyum, seolah-olah ia tahu apa yang ada dalam pikiran sahabat lamanya itu.

“sebaiknya, kau ikut dengan Kai, dan Juri. Mungkin kekasihmu itu ada disana.”

Kata–kata Aoi membuat Reita secara reflek mengarahkan pandangannya pada sosok berpiercing itu. “Disana,Di mana maksudmu? Bagaimana kau bisa tahu? Memang apa yang akan Kai dan Juri lakukan?”

“kau masih saja bodoh, sudahlah jangan banyak bicara. Kau ikut saja dengan Kai dan Juri. Percayalah, kau pasti menemukan kekasihmu yang tak normal itu disana.”

“jaga bicaramu Aoi, jangan paksa aku untuk menghabisimu.”

Aoi tersenyum sinis, menanggapi gertakan Reita. “Lakukan saja jika kau mampu!” ekor matanya kemudian mengikuti bayangan Reita, Kai, dan Juri yang meninggalkan ruangannya hingga hilang diambang pintu.

^^^^

Kai sesekali mengedarkan pandangannya, menyapu seluruh area dermaga tua yang sudah tak terpakai lagi. Memperhatikan dengan detail tiap sudut-sudutnya, dan memikirkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi besok. Setelah itu ia kembali memfokuskan matanya pada layar ponselnya. Sementara Reita di sampingnya terlihat semakin cemas.

“mana mungkin ada Ruki disini, kau ingin mempermainkan aku, heh?!”

“tenanglah Rei, sebentar lagi aku selesai. Hanya tinggal menunggu Juri kembali.”

Reita yang sudah kehilangan kesabaran, menarik kerah baju Kai dengan kasar. “kau!! Kau tidak mengerti bagaimana perasaanku??!! Aku harus segera mencari Ruki!! Kau paham kan, brengsek!!”

Sementara Kai tetap tenang dengan perlakuan Reita. “oh..jadi kau punya perasaan juga rupanya?” Ia tersenyum, dan dengan lembut ia melepaskan tangan Reita dari kerah bajunya. “aku mengerti bagaimana perasaanmu Rei, kau tahu bagaimana Meev mati di depan mataku waktu itu, kan?”

"tugasku kali ini hanya menyiapkan tempat untuk transaksi besar kita besok, lalu aku meminta Aoi untuk mengizinkanku mencari Ruki setelah tugasku selesai. Tora tahu, jika salah satu anak buahnya kau culik dan tak kembali hingga hari ini, oleh karena itu ia mengincar Ruki."

Pandangan mata Reita yang semula nanar dan penuh ambisi mulai melunak setelah mendengar kata-kata Kai. Dari kejauhan Juri tampak berlari-lari dari arah pantai. Ia telah selesai menyiapkan speed boad untuk berjaga-jaga jika rencana transaksi besok akan gagal. Ia mengatur nafasnya yang berantakan, setelah sampai di hadapan Kai dan Reita yang menunggunya.

“maaf ya, kalian menunggu lama..” Juri membungkuk, masih mengatur nafasnya yang tersengal “ayo, aku tunjukan dimana tempat Ruki, tak jauh darisini..”

Setelah berjalan beberapa ratus meter dari dermaga pantai, mereka sampai disebuah bangunan yang tampak seperti rumah. Namun bangunan itu tampak gelap, seperti tak berpenghuni. Saat akan melangkah masuk, Kai menahan Juri.
“kau tunggu disini saja, jika dalam waktu 1 jam kami tak kembali, kau panggil bantuan.”
Setelah memberikan FN five-seven miliknya kepada Juri, Ia dan Reita bergegas masuk kedalam bangunan.

Mereka memasuki ruangan yang minim cahaya itu. Setelah beberapa saat, mata mereka akhirnya bisa menyesuaikan diri dalam gelap. Dalam bangunan itu tersedia beberapa ruang-ruang kosong. Dari lantai bawah, tampak sebuah ruangan di sudut kanan yang terletak di lantai dua. Ruangan itu bercahaya sendiri, menandakan kemungkinan ada beberapa orang disana.

Dengan langkah cekatan dan nyaris tanpa suara mereka mendekati ruangan itu. Sebelum memasuki ruangan itu, mereka menyiapkan senjata mereka masing-masing, Reita dengan Baretta 92’nya, dan Kai dengan FN five-seven, sama dengan yang ia berikan kepada Juri.


Setelah melihat aba-aba dari Kai, Reita segera menendang pintu ruangan itu sekuat tenaganya. Tak sulit, membuat pintu itu rusak dalam sekali tendangan. Dua peluru Baretta 92 miliknya, segera bersarang tepat di dada salah seorang yang berdiri di sudut ruangan. Peluru selanjutnya mendarat tepat di perut seorang yang lain, yang berdiri di samping ranjang.

Kini mata Reita tertuju pada sosok berambut pirang di atas ranjang yang penuh dengan luka sayatan di sekujur tubuhnya. Ia menatapnya dengan pandangan yang menusuk, seolah merendahkan.  Matanya kini beralih pada dua orang lain yang terluka, dan sedang meringis kesakitan.

“hei, rei.. mau apa kau?” Kai menangkap gelagat aneh dari ekspresi wajah Reita yang tiba-tiba berubah mengerikan
.
“aku mau bermain-main sebentar..”

“tapi bukannya kau—“

“kau urus saja dia!! Dan jangan bantah aku!!” telunjuk Reita menunjuk ke arah Ruki yang kini terduduk menatapnya dengan sebuah harapan. Kai hanya menggelengkan kepalanya, lalu ia menghampiri Ruki dan memberikannya baju -yang entah milik siapa- berserakan di bawah.

“pakailah ini. Setelah ini—“

“aarrrgghhh!!! Ittai!!! Hentikan..aahhh...” jeritan memilukan terdengar dari seseorang yang sedang meringkuk di sudut ruangan itu. Kai memicingkan matanya, ia melihat Reita menahan kedua tangan orang itu dengan tangan kirinya. Sementara tangan kanannya yang memegang sebuah pisau kecil, sedang berusaha mencungkil keluar peluru yang tertanam di perut seseorang yang kini tengah menjerit-jerit. Tak hanya itu, ia juga menyayat leher laki-laki malang itu, hingga hampir separuh wajahnya basah oleh darah.

“Rei, apa yang kau lakukan?? Bunuh saja jika kau mau..” Kai tercekat melihat dan mendengar pemandangan di hadapannya saat ini. Walaupun ia sendiri terbiasa membunuh orang dengan macam-macam cara, namun ia lebih suka membunuhnya langsung tanpa menyiksanya.

Reita tak menjawab, hanya terlihat senyum seringai dari wajahnya. Ia kembali meneruskan permainannya, merobek lebih lebar kulit yang sudah berlubang karena pelurunya itu.

“hhh...jauhkan pisaumu dari hiroto, bajingan!! Ahh..”

Kai menghantam kepala seseorang yang baru saja memaki Reita, dengan sebuah botol Wine. Seseorang yang ia kenali bernama, Saga itu sukses tak sadarkan diri dengan darah yang membasahi sebagian rambutnya.

“Reita, sudah hentikan! Sebaiknya kau mengejar Ruki. Ia baru saja berlari keluar..”

*****

I'm satisfied with my grief for love…
Therefore i grieve for pleasure
~ Ruki Pov ~

suara deburan ombak itu mewakili perasaanku, yang ingin berteriak. Tatapan itu, tatapan yang paling aku benci. Seseorang yang sangat aku cintai,justru  menatapku dengan seperti itu. Ia mungkin sudah jijik padaku, tubuhku sudah kotor, aku hina, dan tak pantas bersamanya. hingga ia mengacuhkan dan memandangku rendah seperti itu.  Aku hancur untuk yang kesekian kalinya.

aku duduk bersimpuh, menghadap ke arah laut lepas. membiarkan ombak-ombak merambati sebagian tubuhku. perih sekali rasanya, saat air laut menyentuh kulitku yang masih terluka. tapi aku sudah terbiasa, dengan rasa seperih apapun dan sesakit apapun.

aku puas dengan kesedihanku untuk cinta, karena itu aku bersedih untuk kesenangan. sekarang aku hanya ingin mencari kebebasanku. aku mengeluarkan beberapa pecahan botol wine tadi, yang kusimpan dalam saku. kugenggam erat-erat hingga merobek telapak tanganku. darahku mulai menetes jatuh, dan menyatu dengan air laut yang segera menyeretnya ke tengah lautan.  seulas senyum terukir di wajahku yang kacau. kemudian aku menusukan dalam-dalam pecahan kaca ke dalam tangan kiriku, lalu menariknya perlahan-lahan hingga merobek kulitku, dan memutus aliran darah di nadiku.

mataku mulai melihat kegelapan abadi. mungkin setelah ini, aku akan merindukan bagaimana rasa sakit dan perih yang biasa menenggelamkan aku dalam kenikmatan.


~ to be continu~
dont be a silent rider.. koment dan kritik dibutuhkan.. ^^
arigato gozaimasu~~ :D







2 komentar:

  1. abis Byou, Ruki mau dibunuh juga
    ck...ck....
    tapi, nice fanfic ^^
    aku tunggu chapter berikut ^^

    BalasHapus
  2. etoo..bukan saya yang bunuh, tapi reita.. XD *tunjuk2 noseband reitong

    oke~ domo arigato~~ ^^

    BalasHapus