Tittle : Rosario —Colour Me Blood— [Chap 2]
Author : Shinji Ai
Rating : M
Genre : Angst, DarkFict, OOC, Shonen Ai/BL/Yaoi dan
sejenisnya(?)
Fandom : the GazettE, ScReW.
Pair : Aoi x Uruha, Reita x Ruki, Kazuki x Yuuto
BGM : Beast of Blood — Malice Mizer, OGRE — the GazettE,
Answer —ScReW
a/n : this fic bassed on Sadie song ‘Rosario’, but its
difficult for me, to make it as Song Fic. =.=)a
please enjoy minna.. ^_^)
===========
getaran yang menimbulkan bunyi cukup keras di meja membuat
kazuki tersentak dari mimpinya. ia mengerjapkan matanya, dan untuk sesaat ia
tak ingat jika sedang berada di sebuah kamar rumah sakit—tempat Yuuto dirawat.
ia tertidur dengan posisi duduk menghadap ke arah Yuuto yang masih terlelap.
bunyi getar ponselnya yang semakin meraung berhasil mengembalikan kesadaran
Kazuki seutuhnya. Ia segera meraih benda kecil berwarna putih itu lalu membaca
sebuah nama yang tertera di layarnya.
“byou?”
jantungnya berdegup semakin cepat ketika ia membaca nama
itu.firasatnya mengatakan sesuatu yang akan dibicarakannya bukanlah hal yang
menyenangkan. kazuki menarik nafas panjang, menyiapkan dirinya dengan hal buruk
yang mungkin akan terjadi, “moshi moshi..”
“aa~ kazuki kun, lama tak bicara denganmu…” suara Byou di
seberang sana terdengar begitu sumringah. namun bagi kazuki suara itu terdengar
seperti sedang merendahkan atau mengancamnya secara tidak langsung. kazuki
menoleh ke arah Yuuto yang masih tampak damai dalam tidurnya, ia kemudian
memutuskan untuk melanjutkan pembicaraan itu diluar. ia tidak ingin Yuuto
mendengar percapakannya dengan Byou.
“aku tak punya banyak waktu, cepat katakan ada perlu apa kau
denganku?” seru kazuki sambil melangkah keluar kamar perawatan.
“hei.. hei.. santai dulu, aku tahu kau sedang merawat
kekasihmu itu kan? di sebuah rumah sakit besar. pasti keadaan Yuuto akan segera
membaik bukan? oya, omong-omong darimana kau bisa dapat uang sebanyak itu untuk
merawat yuuto disana??”
pertanyaan Byou dengan telak menghujam jantungnya, Pikiran
laki-laki berambut kemerahan itu seketika kacau tak menentu. Dengan susah payah
Kazuki berusaha keras berdamai dengan perasaannya yang tiba-tiba menjadi panik.
ia tentu tak mungkin memberi tahu Byou darimana ia mendapat uang. “aku baru
dapat pekerjaan besar, dan imbalannya lebih dari cukup untuk mengobati yuuto.”
Kazuki menjawab dengan datar, walau tak seirama dengan detak jantungnya yang
semakin tak beraturan.
terdengar suara tawa Byou yang lagi-lagi terdengar seperti
sedang merendahkannya, “hahaha, ya tentu, menggagalkan transaksi besar seorang
diri, dan membunuh tiga orang sekaligus adalah pekerjaan yang sangat besar. iya
'kan kazuki kun?”
sepasang mata Kazuki membulat makin sempurna. ia begitu
terkejut dan tak lagi bisa mengendalikan dirinya,
“kau??!!”
“jangan kaget begitu, aku tak akan mencelakaimu dengan
informasi yang sangat penting ini. justru aku ingin mengajakmu bekerja sama.”
“jangan macam-macam kau Byo!! apa maumu sebenarnya?!” kazuki
menekan suaranya serendah mungkin, nafasnya pun mulai terdengar memburu seiring
dengan detak jantungnya yang kian terpacu oleh rasa khawatir.
“sudah kubilang, aku hanya ingin mengajakmu bekerja sama.
sebaiknya kau berikan informasi ini pada Aoi lalu meminta imbalan yang lebih
banyak darinya. 70% imbalan itu kau berikan padaku, sisanya bisa kau ambil
untuk biaya tambahan pengobatan kekasihmu yg tak berguna dan tinggal menunggu
mati itu.”
“brengsek, kau ingin mengancamku hah?! dengar, semua yang
aku lakukan kemarin tak ada hubungannya dengan Aoi!! jadi tak ada yang harus
kulaporkan padanya!! dan jangan pernah kau menghina Yuuto, atau— ”
“atau apa?" Byou terdiam sejenak, memberi kesempatan
lawan bicaranya yang ternyata justru memilih diam. "lalu bagaimana dengan
Rosario? sudahlah kaz,kau jangan mengelak dan berfikir untuk menolak
permintaanku. jika kau menolak maka aku sendiri yang akan katakan pada Aoi jika
kau telah berkhianat dan bekerja sama pada Rosario yang entah siapa itu. aku
jamin, kau tak akan pernah melihat yuuto lagi untuk selamanya.”
kazuki terdiam,tenggelam dalam rasa khawatir dan pikirannya
semakin kacau. pilihan yang serba sulit itu terasa menghimpit ruang
berpikirnya. bahkan untuk bernafas saja rasanya cukup sesak seolah dunia
menekan ruang geraknya. dua jalan yang dihadapakan padanya akan berujung pada
muara yang sama.
“aku beri kau kesempatan berpikir. jika sampai jam 12 malam
nanti kau tak menghubungiku, silahkan katakan selamat tinggal pada Yuuto."
kazuki menggenggam erat ponselnya. perlahan ia bergerak
mundur, menyandarkan punggungnya pada tembok. tubuhnya bagai hilang
keseimbangan, merosot dan jatuh terduduk begitu saja di lorong rumah sakit. ia
menunduk dalam dan bahunya tampak berguncang. air mata menetes jatuh dari
wajahnya yang tampak menunduk. “maafkan aku yuu.. maafkan aku...”
ia sadar rasa sesal yang begitu menyesaki dadanya saat ini
tak akan berguna. tak pernah sekalipun terlintas dalam benaknya, jika pada
akhirnya semua yang ia lakukan justru mengancam keselamatan seseorang yang
paling dilindunginya. apa yang ia lakukan hanya demi Yuuto, namun yang terjadi
sekarang justru sebaliknya. rasa sayang dan khawatirnya yang begitu besar
membuatnya tiba-tiba lumpuh untuk berpikir.
"apa yang harus aku lakukan?!"
.
.
di sebuah ruangan yang tampak remang seseorang sedang
menyesapi segelas red wine di tangannya. pembicaraan yang baru saja didengarnya
itu ditanggapi dengan tatapan sinis. laki-laki itu tampak tersenyum sarkatis
sebelum melepaskan handsfree yang terpasang di telinganya.
“kau mencari kematian padaku rupanya”
ia meletakan gelas wine itu disamping sebuah replika teratai
kecil di hadapannyai. laki-laki itu kemudian berdiri dan mengambil sebuah jas
hitam dari sofa merah didepannya. setelah mengenakan jas dan kaca mata
hitamnya, laki-laki itu kemudian meninggalkan ruangannya.
][ ~ ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][
Byou tampak menyeringai saat mendengar pintu apartemennya
diketuk oleh seseorang. ia tak menyangka Kazuki akan secepat ini mengambil
keputusan. dengan langkah tergesa dan rasa tak sabar ia menuju ke arah pintu. saat Byou membuka pintu
sosok yang ada dihadapannya justru membuatnya sedikit terperangah karena
ternyata yang ada dihadapannya bukan sosok kazuki yang diharapkannya.
Byou memperhatikan lekat-lekat tamunya yang datang tanpa
diundang itu, “kau?! ada perlu apa ke sini?”
“ada pekerjaan untukmu dari Aoi. ia mengutusku untuk
menyampaikannya padamu, Byou san.” laki-laki berparas manis itu tersenyum
sekilas. tanpa menunggu persetujuan Byou, ia segera masuk ke dalam lalu
menempatkan diri di sofa yang terletak di ruang depan. Byou hanya menggeleng
memperhatikan tamunya yang bertingkah sesuka hati di tempatnya. ia kemudian
masuk kedalam, dan kembali ke ruang depan dengan dua minuman kaleng di
tangannya.
“tak biasanya Aoi menyuruhmu.” Byou membuka minuman
kalengnya, sementara tamu istimewanya itu hanya menjawab pertanyaannya dengan
sebuah senyum tipis. senyum dengan ribuan makna yang tak mampu diterka
maknanya. “oya, omong-omong pekerjaan apa yang harus aku lakukan? uang hasil
transaksi kemarin belum aku serahkan, tapi dia sudah memberiku pekerjaan lain.
tidak biasanya...”
“apa kau sudah menerima email dari Aoi? dia bilang akan
mengirimkan email padamu, sebelum aku datang. mungkin ia akan sedikit
menjelaskan pekerjaan yang nanti harus kau lakukan.”
“sepertinya belum, ah sebentar aku lihat dulu.” Byou kembali
masuk ke dalam, mencari ponselnya yang ia tinggalkan di kamar tidurnya.
sekembalinya dari kamar, byou mendapati tamunya sedang
berdiri di tepi jendela. menatap ke arah luar dengan tatapan kosong. “tak ada
pesan apapun dari Aoi san, apa dia lupa?” Byou mendudukan tubuhnya di sofa. ia
meneguk sisa minuman kaleng miliknya sebelum kembali berkutat dengan benda
kecil berwarna hitam di tangannya.
“benarkah?" laki-laki itu melirik ke belakang,
memandang Byou hanya dari sudut matanya. "lalu sekarang bagaimana
perasaanmu, Byou san?"
sosok Byou kini sedang terguling-guling di lantai, kedua
tangannya memegang lehernya dengan begitu kuat. seluruh tubuhnya terasa sangat
sakit dan sulit digerakkan. tenggorokannya pun seolah terasa menyempit hingga
ia kesulitan mengambil nafas. laki-laki itu mendekati Byou yang sedang berjuang
di antara hidup dan matinya. Byou berusaha bicara tetapi sulit, ia justru terbatuk-batuk
dengan menyeburkan darah yang lebih banyak dari sebelumnya.
"maaf, Byou san. aku tak sengaja menjatuhkan arsenik
dan racun syaraf ke dalam minuman kalengmu." laki-laki itu menatap datar
ke arah Byou yang masih terbatuk. "tenang saja, efeknya hanya sesaat.
seluruh darah ditubuhmu akan naik ke kepalamu,terkumpul disana dan akhirnya
keluar melalui mulut, hidung, telinga dan matamu. setelah itu kau tak akan
merasakan rasa sakit apapun."
kedua tangan Byou mengepal erat menahan rasa sakit luar
biasa yang menyiksa seluruh tubuhnya. semua yang dikatakan tamu istimewanya itu
memang benar, ia merasakan seluruh darahnya terasa berkumpul dikepalanya
mengakibatkan rasa pusing yang teramat sangat. kini rasa sakit dan ngilu
menjalar di hidung, mata dan telinganya. secara bersamaan darah dengan jumlah
banyak terus mengalir keluar dari sana. matanya terasa begitu sakit dan perih
saat setetes demi setetes darah mengalir keluar melewati bola matanya. di sisa
kesadarannya yang tinggal sedikit, ia sempat melihat laki-laki yang sangat tak
asing baginya itu menulis sesuatu dengan darahnya yang banyak berceceran di
lantai. Byou berusaha membalikan tubuhnya, membaca sebuah tulisan di temboknya
yang berwarna putih.
ROSARIO...
Byou terkejut, dengan susah payah dilihatnya kembali sosok
yang sedang berdiri dengan angkuh menyaksikan detik-detik kematiannya. sosok
itu kemudian tersenyum, senyum yang sedang merendahkannya.
"akulah Rosario yang kau cari itu Byou san, dan
sekarang kau pasti mengerti alasanku membunuhmu. maaf, aku terpaksa karena kau
dengan lancang ikut campur dalam urusanku. tapi kurasa, manusia sepertimu
memang pantas mati.."
][ ~ ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][
"darimana saja kau? kenapa pergi lama sekali? Aoi
mencarimu tadi." Ruki sibuk membolak-balik halaman majalah yang sedang
digenggamnya. kedatangan Reita tak membuat perhatiannya beralih dari majalah
fashion yang sedang dibacanya. laki-laki dengan penutup hidung itu tersenyum
lalu menghampiri Ruki yang masih sibuk dengan kegiatan membacanya.
"hei, kau tak sopan bicara tanpa melihat mataku seperti
itu." Reita berdiri tepat dihadapan Ruki.
"sopan? ternyata orang sepertimu masih mengenal kata
sopan." Ruki balas menatap Reita yang berdiri menjulang di hadapannya.
tatapan Reita yang seperti itu membuat jantungnya berdetak tak normal secara
tiba-tiba.
"jadi, yang mencariku, kau atau aoi?" Reita
menatap sosok Ruki di bawahnya. namun Ruki tak menjawab, wajahnya tiba-tiba
bersemu merah membuat sesuatu dalam diri Reita tiba-tiba bergolak. ia meraih majalah
yang dipegang Ruki, lalu membuangnya ke sudut ruangan.
"apa yang kau— mpphh"
Ruki tak bisa meneruskan kalimatnya karena Reita sudah
membungkamnya. Reita mendorong tubuh Ruki pelan hingga ia kini dalam posisi
tertidur di atas sofa, dan Reita berada di atasnya dengan posisi yang sempurna.
Reita kembali menyesapi bibir kekasihnya. untuk sesaat Ruki hanya bisa terpaku
merasakan sensasinya tanpa bisa memberontak. detik berikutnya Ruki berusaha
melepaskan diri dari reita, bukannya tak ingin, ia hanya tak mau melakukannya
di tempat yang salah. namun usahanya sia-sia, Reita sudah dalam posisi sempurna
mengunci tubuhnya.
Reita menghisap kuat mulut ruki, membuat laki-laki mungil
berambut pirang dibawahnya itu mendesah tertahan. sesekali ia menyapukan
lidahnya di bibir Ruki yang sudah basah, membuat Ruki akhirnya terpengaruh dan
tak lagi memberontak. saat ini Ruki justru intens membalas serangan dari Reita.
lidahnya menyapu saliva yang mengalir di sudut bibir Reita dengan liar. jemari
Reita pun mulai menelusup masuk ke dalam baju Ruki, memilin nipplenya hingga
membuat Ruki mengerang.
"Baka!!! apa yang kalian lakukan ditempatku!!"
suara bentakan Aoi seketika menghentikan aktifitas mereka.
rasa sakit kepalanya terasa semakin menjadi saat itu, "dasar mesum, kau
tak harusnya melakukan itu disini!!"
Reita hanya tersenyum sinis menanggapi Aoi. sementara Ruki
hanya terus menunduk dalam tak berani menatap Aoi yang baru saja memergokinya.
"Ruki, apa kau melihat Uruha?! kenapa ia tak ada
ditempatnya?!" Aoi menatap sosok Ruki yang hanya menunduk sejak ia datang.
"aku disini, Aoi. aku hanya keluar sebentar membeli
makanan kecil di minimarket" Uruha masuk ke ruangan dengan membawa sebuah
kantong plastik berwarna putih.
"sudah kubilang kau tak boleh pergi keluar sendiri
kan?! aku tak mau terjadi sesuatu denganmu!" Aoi menghampiri Uruha dan
memeluknya dengan erat. "apa kau pergi dengan Kai?" tanya Aoi setelah
ia melepas pelukannya.
Uruha menggeleng pelan, "tidak, aku pergi
sendiri."
"lalu kemana dia?? aku tak melihatnya sejak tadi, aku
juga tak sedang menyuruhnya." Aoi menatap satu persatu wajah
teman-temannya. ia berhenti dan cukup lama menatap Reita.
"oya, ada sesuatu yang harus kulaporkan padamu,"
Reita bicara saat tatapan mata Aoi tepat jatuh di matanya, "Byou, aku
sudah ke tempatnya tadi. dia sudah mati, Rosario yang membunuhnya."
"apa??!!" Aoi menatap nanar ke arah Reita.
"bagaimana kau tahu?!"
"waktu aku datang, disana sudah banyak polisi. aku tak
sempat melihat jasadnya, tapi aku sempat melihat sekilas dari lorong
apartemennya. ada begitu banyak darah di lantai dan nama Rosario yang ditulis
dengan darah di tembok."
Uruha menatap wajah Reita yang begitu tenang dan datar saat
menjelaskan apa yang ia lihat. tak lama berselang sosok Kai datang dengan
tergesa-gesa. rambut hitamnya tampak mengkilat dan basah oleh peluhnya sendiri.
nafasnya tampak mengayun naik turun secara cepat.
"darimana saja kau?" Aoi menatap tajam ke arah
Kai, "kenapa kau, nafasmu tersengal seperti dikejar harimau seperti
itu?"
"aku..."
To be Continue~~~~
chap 2nya datar.. gomen ya minna san m(_ _)m
anou, moodnya lagi ga beres waktu nerusin ini. *author ga
profesional*
salahkan yuuto yg bikin mood gw ngedown gara2 dia
keluar(lagi) dari bandnya TaT *curcol*
buat mae chu~ yg req simple semut ReitUki, semoga puas.
aye ga jago dah bikin semut-semutan. cuma jadi semut
minimalis(??) kaya gitu ==)a
koment, kritik, saran, ditunggu.
dont be a silent reader ya.. ^_~)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar