Duality of mind

Minggu, 06 Mei 2012

Rosario —Colour Me Blood—

Tittle : Rosario —Colour Me Blood—
Author : Shinji Ai [kazuki no bini XD]
Rating : M
Genre : Angst, DarkFict, OOC, Shonen Ai/BL/Yaoi dan sejenisnya(?)
Fandom : the GazettE, SCREW, Miyavi, [Gackt and Klaha malice mizer, not appear just the name]
Pair : Aoi x Uruha, Reita x Ruki, Kazuki x Yuuto
BGM : Rosario – Sadie, Serendipity – Ruiza
a/n : this fic bassed on Sadie song ‘Rosario’, but its difficult for me, to make it as Song Fic. =.=)a
please enjoy minna.. ^_^)

===========

I'm the sicker. I'm in the darkness. I'm a demons child.
I lost control and I gathered pain.

aku benamkan diriku dalam kegelapan demi melihat penderitaan. aku ingin melihat darah yang mengalir di bawah bayanganku. kematian mereka akan terkumpul ditanganku, penderitaan yang akan terbakar ke dalam mataku.
aku bukan seseorang yang haus darah, darah mereka yang mengalir hanya untuk membasuh dosa mereka di kakiku..
aku memang bukan Tuhan, aku hanya ingin mengembalikan apa yang mereka berikan padaku. memberi mereka pembalasan yang sempurna dengan caraku...


][ ~ ][ ~  ][  ~ ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][

laki-laki kurus dengan banyak rajah di tubuhnya itu terbatuk keras. tangannya mengepal erat menahan rasa sakit luar biasa setelah seseorang menghantamkan sebuah guci tepat ke arah wajahnya hingga pecah. ia pun sempat merutuki dirinya, yang masih bisa sadar setelah kepalanya dihantam benda keras seperti itu. pecahan guci itu berhamburan tepat di depan wajahnya yang tertelungkup. mata hitamnya tiba-tiba membeliak, sesuatu menggumpal dan menyumbat tenggorokannya, membuatnya sulit bernafas. udara tak kunjung mengisi paru-parunya, membuat kadar oksigen dalam darahnya semakin menipis. semakin tipis pula waktu yang dimilikinya untuk tetap terjaga. laki-laki itu panik bukan kepalang, jika ia kehilangan kesadaran dengan keadaan seperti ini, ia tentu tak akan sadar untuk selamanya. ia berusaha keras menekan tenggorokannya memaksa gumpalan itu keluar dari kerongkongannya.

“Uhhhuukk.. uhhuk!!”

darah pekat yang menggumpal tersembur keluar dari mulutnya. lantai di depan matanya kini tampak basah oleh genangan darahnya. ia bergidik melihat begitu banyak darahnya yang ia muntahkan. bau amis darahnya segera menyerang indera penciumannya. membuatnya mual, dan hampir mengeluarkan isi perutnya.

“kau tampak menderita sekali, meev…” laki laki itu tersenyum sinis diiringi tawa kecil melihat meev yang hampir mati tersedak darahnya sendiri.

meev menengadahkan wajahnya, mencoba melihat sosok berbaju putih dengan jubah hitam panjang yang melihatnya sekarat dengan segala keangkuhannya. auranya begitu dingin namun terasa panas dan kuat sekaligus. ia tak mampu menyelami mata sosok dihadapannya, karena laki-laki itu menutup matanya kacamata berwarna gelap. meev bahkan tak mampu mengenali siapa orang ini. laki-laki dengan ekspresi dingin dan angkuh itu membuka kacamatanya, membiarkan meev menuntaskan rasa ingin tahunya, setidaknya sebelum ia mati. sosok wajah yang dilihatnya seketika membuat meev terbelalak. rona lembut dari wajah  yang amat sangat dikenalinya itu telah lenyap. berganti dengan rona dingin dan tanpa perasaan sama sekali.

“kau—“

DHUUAAGG !!

ia menendang wajah meev dengan keras, membuat laki-laki yang sudah sekarat itu terguling-guling di atas pecahan guci yang berserakan. beberapa pecahan guci yang runcing tertancap di punggung dan lengannya. meev menjerit merasakan sakit dan ngilu yang begitu hebat menjalar di sekujur tubuhnya. dari hidungnya darah mengalir dengan deras tanpa bisa ia bendung. bahkan untuk mengambil nafas rasanya ia sudah tak sanggup. merasa belum cukup, laki-laki itu menginjak beberapa pacahan guci yang tertancap di punggung meev. membuat pecahan itu semakin dalam menembus kulitnya.

“akk.. aam..ampuni aku..”

laki-laki itu berlutut, memaksa wajah meev mendongak dengan menarik rambutnya yang sudah basah oleh darah.
“aku tak yakin apa kau masih pantas dikashihani meev.  apa kau pernah peduli pada penderitaan orang lain?  kau bahkan tak peduli penderitaanku saat itu?”

“ma..aaf..ak.aku..akhh!!”

kata-kata itu justru membuatnya muak. baginya kata maaf itu tak lebih dari sekedar omong kosong. semua orang akan meminta maaf darinya jika sudah tak punya daya upaya untuk melawan. kata maaf  hanyalah tameng untuk berlindung, bukan sebuah pernyataan tulus dari hati. andai semua orang bisa dengan tulus mengatakan maaf, mungkin ia masih bisa berpikir dua kali. laki-laki dengan wajah dingin itu tersenyum, ia tahu tak ada ketulusan dalam dunia tempatnya bergelut. yang ada hanyalah bagaimana berlindung saat sedang terpojok, bagaimana menjatuhkan seseorang saat ada kesempatan dan bagaimana menusuk seseorang dari jarak yang cukup dekat tanpa dicurigai. rasa muak itu semakin menyengat kepalanya, membakar amarah yang semula bisa ia kendalikan dengan baik. rasa kesal dan amarah yang tiba-tiba meledak itu butuh penyaluran. ia menarik keras rambut meev, dan membenturkannya ke tembok beberapa kali sampai ia merasa puas.

“kau pantas mendapatkannya!! penderitaanmu yang hanya sekejap mata ini tak ada apa-apa dibandingkan denganku. kau menjualku pada orang-orang itu, membiarkan mereka menyiksaku, dan tak membiarkan aku mati!!”

“maafkan..ak..ku.. sung..guh..”

maaf yang sebenarnya terucap tulus itu tak pernah terdengar. untuk pertama kalinya meev kembali menangis setelah sekian lama ia lupa bagaimana caranya mengeluarkan air mata dari sudut matanya. saat  kematian telah jelas menampakkan diri di pelupuk matanya, ia bagai tersadar dan seolah bisa melihat dengan jelas penderitaan laki-laki pembawa kematiannya ini. penderitaan yang dulu hanya ditanggapinya dengan tawa, dan kini saat keadaan berbalik tak ada yang bisa ia lakukan.

“nah.. itu peraturannya, kau akan meminta maaf setelah tak lagi berdaya kan? sama seperti Gackt dan yang lain. mereka bisa tertawa terbahak-bahak saat berkuasa, dan saat kematian kubawa pada mereka, mereka meminta maaf dan ampunan, cih! munafik!”

Miyavi mengernyit, walau terluka parah, ingatannya masih bisa bekerja dengan baik. beberapa hari lalu Gackt—pemimpin yakuza paling besar di Tokyo, ditemukan tewas terbunuh. sebelum itu pun ia sempat mendengar beberapa nama yang mati terbunuh dengan menyisakan sebuah nama,
“Ro-Rosario…” pekiknya sambil terbata.

laki-laki itu menoleh, “kau memanggilku meev?” ia tersenyum miring, lalu mengeluarkan sebuah pisau lipat yang cukup panjang dari dalam jubahnya, “baik, aku akan memaafkanmu. tapi sebelumnya penuhi aku dengan darahmu…”

JRAASHH!!
ia menghujamkan pisau dalam genggamannya di leher meev, membuat laki-laki itu mengejang sekarat dengan seketika.  ia bahkan tak sempat mengambil nafas terakhirnya. darah meev memancar keluar membasahi sebagian wajahnya yang putih bersih. memberi warna pada kulitnya yang agak pucat. dengan ekspresi datar ia nikmati sekilas penderitaan laki-laki dihadapannya. laki-laki yang pernah menertawakan penderitaannya di masa lalu.

dengan jemarinya yang terbungkus dengan sapu tangan,ia menuliskan sebuah nama dengan darah meev. ia menuliskan nama dilantai disamping jasad meev yang terbujur kaku dengan pisau yang masih menancap di lehernya.

ROSARIO

][ ~ ][ ~  ][  ~ ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][

aoi mengepalkan tangannya dengan erat. ia begitu ingin meremukkan kepala seseorang saat ini. rasa sakit, sedih, dan kehilangan menyesaki ruang dalam pikirannya. rasa kesal dan amarahnya benar-benar butuh penyaluran, namun tak ada yang bisa ia lakukan selain memaki. sampai detik ini misteri kematian ayahnya belum terungkap. hanya nama “Rosario” yang tertinggal dalam jejak kematian ayahnya, Gackt.
“aku harus menemukannya!! aku harus membalaskan kematian ayahku!!” teriaknya emosi.

Reita, Ruki, dan Kai hanya saling melempar pandang. sudah hampir 3 minggu kematian Gackt namun mereka masih belum menemukan apa-apa. bahkan seminggu setelah kematian Gackt, peristiwa serupa kembali terulang. Miyavi atau yang lebih dikenal Meev mati terbunuh. kematian pemilik club host itu pun menyisakan nama yang sama, Rosario. peristiwa itu membuat Aoi semakin jengkel, karena miyavi juga salah satu teman dekatnya.

melihat aoi yang kembali kalap, uruha berusaha menenangkannya. ia mengelus lembut bahu Aoi. “tenanglah Aoi, jangan gegabah. anak buahmu pasti akan menemukan Rosario..”

“aku ingin mencarinya sendiri,,,” jawab aoi dengan nada membentak.

“kumohon Aoi, jangan bertindak nekat. ia bisa membunuh ayahmu, tentu ia bukan orang sembarangan bukan?"

Aoi menatap sepasang mata hazzel milik Uruha yang tampak basah, "aku hanya takut terjadi sesuatu denganmu. kumohon dengarkan aku, Aoi" Uruha memeluk erat tubuh Aoi yang masih berdiri dengan tatapan kaku. pelukan hangat itu perlahan membuatnya tenang untuk sejenak.

“uruha benar, orang yang bisa membunuh ayahmu tentu bukan orang sembarangan.” Ruki ikut menimpali, "mungkin dugaanmu tentang Klaha san benar, bisa saja ia pembunuhnya."

Aoi mengalihkan perhatiannya pada sosok Ruki dan tertegun untuk beberapa saat. hingga akhirnya ia teringat sesuatu.

“mana Byou?? bukankah ia harus menyerahkan uang hasil transaksi padaku hari ini??” Aoi mengarahkan pertanyaan itu pada Reita. kemarin ia memang memerintahkan Reita untuk menjemput Byou. namun laki-laki dengan penutup hidung itu justru ada disini sekarang.

Reita menanggapi dengan acuh tatapan tajam Aoi yang diarahkan padanya. ia justru berjalan dengan santai ke sofa di sudut ruangan. Reita duduk dengan santai seraya mengambil sebatang rokok dari dalam sakunya. “oya, aku lupa…” jawabnya santai.

“brengsek!! kau masih bisa bersikap seperti itu setelah kematian ayahku, hah?! cepat bawa mereka ke sini sekarang atau kupecahkan kepalamu!”

Reita tersenyum miring. menatap aoi hanya dari sudut matanya, “benarkah? sebelum kau melakukannya, aku akan memecahkan kepalamu lebih dulu.” jawabnya datar. ia kemudian berdiri lalu meniggalkan ruangan tanpa pamit.

Ruki menggeleng pelan. ia tak pernah habis pikir, mengapa Reita selalu bersikap seperti itu. Ruki pun  telah berkali-kali mengingatkan Reita agar tak terlalu memperlihatkan rasa tak sukanya pada Aoi. sikap yang bagi Ruki bisa membahayakan nyawa Reita sendiri. Aoi tak akan segan menghabisi nyawa siapapun, dan hal itu yang paling ditakutkan oleh Ruki. ia tak ingin Reita mendapat masalah karena sikapnya yang terlalu acuh pada Aoi. “ah, maafkan dia, kau tau dia memang seperti itu kan?”

“ah, sudahlah! lebih baik kau susul dia, jangan sampai dia merusak rencanaku!”

Perintah yang diberikan Aoi diterimanya dengan baik. Ruki segera mengangguk lalu bergegas pergi menyusul reita. sepeninggal Ruki dan Reita, kini hanya tinggal Kai dan Uruha yang menemani Aoi.

“kau jangan terlalu emosi seperti itu Aoi, dinginkan kepalamu sejenak.” Uruha menasihati kekasihnya. membuat perhatian Aoi kembali tertuju pada kedua matanya. hanya tatapan teduh Uruha yang mampu menenangkannya. ia tak tahu apa ia bisa bertahan jika suatu hari ia kehilangan Uruha. sejak kematian Ayahnya, disusul kematian teman dekatnya, ia menjadi paranoid. ia begitu memprioritaskan keamanan dan keselamatan Uruha dibanding dirinya sendiri.

"kau istirahatlah, aku ingin bicara berdua dengan Kai." Aoi mengecup lembut bibir Uruha sebelum ia keluar dari ruangan itu. setelah Uruha keluar, Aoi kembali melanjutkan pembicaraannya dengan Kai. satu-satunya orang yang tersisa disana.
“aku butuh pendapatmu, kai.”

kai tersenyum. senyum itu mengandung arti yang lebih banyak dari yang diketahui Aoi. laki-laki berambut hitam dengan dimple di wajahnya itu sekilas tampak begitu manis. Ia juga sosok yang periang dan ramah. namun siapa yang sangka jika di balik wajah manisnya, Kai adalah seorang pembunuh berdarah dingin kebanggaan Gackt, ayah Aoi. ia dapat dengan sempurna menutupi jati dirinya. ia jarang sekali berbicara sesuatu yang serius, namun ia punya pemikiran yang cukup bisa dipertimbangkan. membuatnya jadi salah satu orang kepercayaan Gackt.

“pembunuh itu bisa siapa saja, aoi. bahkan mungkin berada sangat dekat denganmu.”

“apa maksudmu?”

“aku kira gakuto san telah dengan baik mengajarkanmu bagaimana keras dan tak terduganya hidup. kau tahu dengan pasti siapa ayahmu, dan tak ada yang tak ingin membunuhnya ‘kan?”

Aoi mengernyit, tak mampu mencerna maksud kalimat Kai, “jangan berbelit-belit kai!!”

“hahahah, entahlah. aku hanya merasa kau terlalu jauh berpikir. terlalu tak masuk akal jika kau menuduh klaha-san. bisa saja pembunuhnya adalah…” kai melirik ke arah Aoi yang tampak begitu penasaran dengan lanjutan kalimat darinya,“aku”

“kau—“

“hahahah… aku hanya bercanda, jangan dianggap serius begitu. tenanglah..” Kai tertawa lepas melihat ekspresi Aoi.

“baka!! ini bukan waktunya bercanda!! kau pikir aku akan berpikir dua kali untuk melubangi kepalamu hah?”

Kai kembali menunjukan senyumnya yang menyimpan ribuan makna. senyum yang sulit ditebak oleh Aoi, "kau tak akan bisa membunuhku Aoi, kau bukan apa-apa tanpa ayahmu, dan aku pun bisa membunuhmu kapan saja."

Aoi terdiam. ini adalah kali pertama ia melihat Kai bicara dengan nada seperti itu. bukan hanya gurauan seperti biasa. tatapannya saat itu pun terasa berbeda. tatapan dingin dan keji yang selama ini tak pernah ditunjukannya pada siapapun.

“tapi aku benar-benar mengingatkanmu Aoi, siapapun bisa jadi adalah Rosario, dan mungkin ia sedang menunggu waktu yang tepat menghabisimu.” jawabnya sambil berlalu, meninggalkan Aoi dalam ruangan itu sendiri. kalimat itu berhasil menggetarkan rasa takutnya. sebuah perasaan takut yang selama ini tak pernah dirasakannya tiba-tiba menyelinap di relung-relung hatinya. menggerataki batinnya dalam keheningan di ruangan itu

][ ~ ][ ~  ][  ~ ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][

angin laut di dermaga sore itu menerbangkan helai-helai rambutnya. namun ia tetap berkonsentrasi, dan berusaha tak terganggu oleh angin yang menerpa wajahnya dengan cukup kencang. matanya terus mengawasi sebuah limousine hitam yang terparkir cukup jauh darinya. dari tempat yang sama ia juga mengawasi seseorang yang sedang berdiri disamping motor besarnya. ia menekan sebuah tombol, lalu membetulkan letak handsfree di telinganya.

“bagaimana pekerjaanmu, kazuki san?” kali ini matanya terfokus pada sosok pemuda dengan kemeja kotak-kotak biru yang sedang berdiri disamping motor besarnya. raut wajah pemuda dengan banyak piercing di wajahnya itu tampak sedikit tegang.

“sudah kubereskan semuanya, kau bisa hubungi dia sekarang dan mereka semua akan mendengar suaramu..”

“baiklah, kau tetap disana sampai kuperintahkan kau untuk pergi.”

“ya, setelah pembicaraanmu terputus aku akan segera bersihkan mereka”

laki-laki itu tersenyum, lalu memutus pembicaraannya dengan kazuki. ia mengeluarkan sebuah ponsel flip  yang ditinggalkan kazuki untuknya. ia sengaja menyuruh kazuki meninggalkannya disuatu tempat. ia tak ingin kazuki melihat atau mengenali wajahnya. jemarinya segera bergerak lincah,mengikuti instruksi yang diberikan kazuki. ia kemudian melepas handsfree di telinganya, menggantikannya dengan ponsel yang ada di tangannya.

laki-laki itu tersenyum tipis saat sebuah suara di seberang sana menjawab panggilannya, “senang bisa bicara dengan kalian, setidaknya untuk yang terakhir kali..”

“siapa kau?? kenapa bisa??” jawab suara di seberang sana yang terdengar sangat kaget.

“aku tak punya banyak waktu menjawab pertanyaanmu. kematian kalian semua adalah harga yang sebanding bagiku..”

“brengsek, jangan macam-macam!! siapa kau sebenarnya?!!”

“aku... Rosario…”

kazuki agak terkejut mendengar percakapan yang baru saja didengarnya. ia telah menyadap dan membuat pembicaraan itu bisa didengar olehnya, sesuai dengan permintaan laki-laki asing yang ternyata bernama Rosario itu. ia tak mengira sedang berurusan dengan seseorang yang paling dicari saat ini. seseorang yang sudah membunuh beberapa orang penting. salah satunya adalah ayah dari atasannya, Aoi. namun dengan cepat ia mengendalikan perasaannya. saat ini yang terpenting adalah menyelesaikan pekerjaannya. setelah menyebutkan namanya, Rosario memutus sambungan teleponnya. begitu sambungan telepon terputus, kazuki segera mengeluarkan sebuah benda seperti remot dari dalam sakunya. ia kemudian menekan salah satu tombol.

BLAARRRR!!!

limousine itu meledak dan terbakar. semua orang dalam limousine itu terjebak dan mulai terbakar satu persatu. melalui teropong kecilnya, Rosario melihat dengan jelas saat satu persatu orang dalam mobil itu terbakar hidup-hidup. setelah mengatur lensa teropongnya, ia dapat dengan lebih jelas melihat saat orang-orang dalam mobil itu menggeliat dalam jilatan api yang berkobar. ia begitu menikmati pemandangan yang mungkin bagi sebagian besar orang justru mengerikan. letak limousine itu berada di pinggir dermaga tak terpakai yang cukup sepi, hingga tak ada orang yang mengetahui kejadian itu. setelah beberapa saat ledakan kembali terjadi, membuat limousine itu hancur. bahkan beberapa bagiannya terlempar ke laut dan tenggelam.

Ketika ponselnya bergetar, kazuki tak segera menjawabnya. untuk beberapa saat ia merasa khawatir dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.namun bayangan Yuuto yang sekilas ada dalam benaknya, membuatnya kembali tegar.

“pekerjaanmu sangat bagus, kazuki-san.” jawab suara diseberang sana, “kau pasti mendengar pembicaraanku, lalu aku ingin tahu sikap apa yang akan kau ambil?”

kazuki terdiam sejenak. meredam pikirannya yang kembali kalut. ia bisa saja dianggap sebagai penghianat oleh Aoi jika sampai ada yang tahu ia bekerja sama dengan Rosario. Aoi memang tak akan membunuhnya, tapi ia tahu betul ketakutan terbesarnya. ia akan membunuh seseorang yang sangat berharga bagi kazuki, Yuuto.
 “aku hanya meminta bagianku, setelah itu urusan kita selesai.”

“hmm, kau tidak ingin mengetahui siapa aku?”

kazuki menarik nafas panjang, dalam hatinya memang terbesit rasa penasaran. namun perasaan itu segera dibuangnya jauh-jauh. ia ingin menyudahi semua urusannya dengan Rosario. “tidak, siapapun kau, aku tak peduli, dan bukan urusanku. urusanku padamu hanya bayaran atas pekerjaanku, setelah itu semua selesai.”

Rosario tersenyum dari seberang sana, “aku suka caramu bekerja kazuki-san.  kau ambil bagianmu di tempat kau meninggalkan ponselmu tadi. jumlahnya lebih dari cukup untuk pengobatan Yuuto kekasih tercintamu. setelah itu kau bisa cari pekerjaan lain. berhentilah bekerja untuk Aoi, demi keselamatan Yuuto.”

nafasnya tiba-tiba berhenti. rasa penasarannya bertambah berkali-kali lipat. sebelum ia sempat bertanya lebih lanjut Rosario sudah memutuskan teleponnya. entah siapa seseorang dibalik nama Rosario itu, ia begitu tahu banyak tentang dirinya bahkan tentang Yuuto. memang ia tak punya pilihan lain, ia rela melakukan apapun bahkan menjadi pembunuh bayaran hanya untuk Yuuto.

“tunggu. dia.. dia pasti seseorang yang berada dekat dengan Aoi. tak ada yang tahu kehidupanku kecuali orang-orang yang dekat dengan Aoi san. itu berarti…”


To Be Continue~





































========

bacot session: yuhuu~~ Im back *tebar2 mawar*
setelah hampir 2 bulan hiatus, ane kembali dengan fanfic basic m(_ _)m
basic bunuh-bunuhan, peyiksaan, dan fandom basic ane, Gazetto!!
setelah berkarat dalam folder, akhirnya ni fic di publish, tapi keknya ceritanya aneh
au dah~ udah lama ga diterusin jadi gimana gitu (_--)a
yasu~ ane butuh dukungan anda pemirsa, coment, kritik, saran, dlsb..

thx for reading :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar