Duality of mind

Sabtu, 16 Juni 2012

Mort de l'amour [Deluhi fanfic]


title : Mort de l'amour
author : Shinji Ai
genre : Fantasy, Romance, Angst, Shonen ai, MxM
fandom : Deluhi
pair : Juri x Leda
a/n : maap nyampah, cuma penpic galau. *tabok* free for untag m(_ _)m
dan ini mungkin sangat membosankan~

summary :
along with the whisper of a voice that spread my despair and tears dissolve me ...

   ][ ~ ][ ~ ][ ~  ][ ~ ][ ~ ][ ~ ][

All Leda POV

aku jatuh berlutut di atas hamparan pasir putih, saat aku berhenti berlari. lelehan air mata yang sudah tak bisa lagi kubendung akhirnya mengalir turun. melepaskan luapan rasa sakit dan ketakutanku yang tertahan. rasa sakit yang sebelumnya hanya berupa bayang-bayang itu kini jadi nyata. rasanya lebih perih dari yang kubayangkan. saat dekapan hangatnya perlahan menyatu dengan angin, membiaskan kristal-kristal pelangi dari embun di kedua sudut mataku. dalam wujud yang indah terpancar luka dan rasa kehilangan yang mendalam.

kedua kakiku terasa begitu lelah, tubuhku pun bergetar hebat menahan sesuatu yang terenggut paksa dari dalam diriku. bersama angin padang pasir, keheningan merangkulku dalam hampa. menggaungkan gema isak tangisku yang begitu pilu menginginkannya kembali. berharap, suaraku yang parau ini meraihnya. namun sia-sia, sejauh apapun angin membawa suaraku, ia tak akan mendengar. ia mungkin telah terbang jauh meninggalkanku, kembali ke tempatnya di bulan.

kedua tanganku menggenggam erat pasir-pasir putih di tempatku bersimpuh. rasa sesak yang terkunci ini tak tahu harus bagaimana aku melepaskannya. perlahan rasa yang tak bisa kulukiskan itu mulai menjalar di kepalaku, memutar kilasan-kilasan senyumnya yang tak ingin aku kehilangan. luka kasat mata ini semakin terkoyak melihat kilasan bayangnnya yang perlahan memudar. dihujam rasa sakit yang bertubi-tubi, tubuhku limbung. membuatnya terbaring di atas lautan pasir putih tempatku berpijak.

mataku terpejam, terombang ambing oleh kekosongan. detik demi detik waktu luruh tanpa menyisakan sedikit pun ruang untuk bernafas. sekaligus membakar mimpi dalam genggaman ku. di sebuah tempat aku terdampar, dengan sepasang sayap putih di punggungku. namun sayap itu tak mampu membawaku ke bulan. tak cukup kuat meretakkan pilar langit, tak cukup kuat menghancurkan rantai yang mengikat kedua kakiku di tanah. hubungan dari kesadaran dan luka nyataku yang tertaut menghentakkan tubuhku yang hancur kembali ke dalam gelap.

aku meringis menahan sakit. terluka sampai seperti ini tapi aku tak mati? kembali terombang-ambing dalam kekosongan, hampa, dan melayang jauh meningalkan kesadaran. semakin jauh menyelami masa laluku. mencari sisa-sisa ingatan, saat suara bisikannya yang begitu lembut melafalkan namaku,

"leda..."

bisikan itu begitu lembut hingga aku tak menyadari semakin dalam suara itu menorehkan luka didalam hatiku. suara itu seperti candu dan sebuah mata pisau. seolah aku tak bisa bernafas tanpanya, namun semakin aku menginginkannya semakin dalam aku terluka. aku ingin terus menikmatinya, aku tak ingin jauh dari suara itu, pemilik suara itu.

aku memejamkan mataku semakin erat, terus mengulang suaranya dalam benakku. persetan dengan rasa sakit! aku hanya ingin menikmatinya walau itu berarti aku melukai diriku sendiri, menipu diriku sendiri. biarkan sebentar saja aku merasakan puas akan kehadirannya dalam benakku walau itu hanya ilusi.

aku terus memejamkan mataku. menyelimuti diriku sendiri dengan rasa pedih dan tenang yang bergumul jadi satu di dalam ilusi. sakit dan tenang itu bersamaan menderaku. menangis dan tertawa bersamaan, memuaskan diriku sendiri dengan suaranya yang terus bergema dalam kepalaku.

sebuah sentuhan lembut menyusuri lekuk wajahku. lembut, perlahan, dan alunan hangat sebuah nafas yang begitu dekat. apa ini?? semakin tenggelamkah aku dalam fatamorgana yang kubuat sendiri? aku tak mau tahu itu. aku hanya ingin terus seperti ini.

"leda.. buka matamu..."

bisikan itu kembali menyerang indera pendengaranku. aku seperti tersesat dalam pusaran ilusi yang kubuat sendiri. jika aku membuka mata, hanya pahit kekecewaan yang akan kutelan. karenanya aku tetap terpejam, membiarkan diriku semakin tenggelam.

kecupan hangat di bibirku terasa lembut dan menenangkan. hingga perlahan menautkan kembali jiwaku yang telah jauh tenggelam. sepasang mataku perlahan membuka seiring dengan jiwaku yang tersadar. sinar matahari langsung menyambut saat aku perlahan membuka mata. aku mengerjapkan mataku, memastikan bayangan yang tercermin di dalam mataku. sosok itu menarik kedua sudut bibirnya, menciptakan sebuah lengkungan indah di wajahnya. sesuatu yang sangat menyakitiku ketika aku tahu, itu tidak nyata.

"leda, maafkan aku..."

aku terpaku menatap sosoknya yang benar nyata. ia kemudian merangkul tubuhku, dan membawanya dalam dekap hangat tubuhnya. perlahan aku mengeratkan dekapanku, merasakan kehadirannya yang benar-benar nyata. merasakan detak jantungnya yang mengalun pelan. alunan nafasnya yang hangat menerpa wajahku. itu semua nyata dan betapa aku menangisi kehadirannya kembali dengan perasaan membuncah.

"juri..." aku memanggil namanya lirih dan mendekapnya lebih erat lagi. air mata ini semakin tumpah, mengalir turun terus menerus.

"maafkan aku.." dia berkata lagi, dan segera kutatap sepasang mata silvernya.

"kenapa?" ucapku lirih, "aku men—"

"aku tahu. tapi ini tidak boleh terjadi, butterfly sepertimu tak boleh mencintai seseorang lumière sepertiku Leda."

hatiku yang semakin terluka berdarah melalui kedua sudut mataku. adakah sebuah kata diatas kata sakit yang mampu menggambarkan kepedihanku? aku hanya terus terdiam, mencoba menata nafasku. mengumpulkan butiran-demi butiran hatiku yang terbakar dan menyatu dengan pasir. hanya mendung di kedua mataku yang rasanya sulit kukendalikan.

"kumohon, jangan menangis." bisiknya lembut namun terdengar sama lirihnya dengan deru angin.

aku mengangkat wajahku, menatap kedua matanya. tampak sebuah sendu jauh di belakang retina matanya.

"aku mencintaimu Leda, tapi kumohon sejak sekarang berhenti mencintaiku. aku tak ingin bangsa butterfly hancur karena melawan hukum langit. aku masih ingin melihatmu..."

ia kembali mendekapku, memeluk dan mengusap lembut rambutku yang keemasan. setiap belaian lembut tangannya semakin dalam luka itu menyayat. takdir benar-benar menyakitiku saat tahu aku tak bisa lagi mencintainya. saat sebuah perasaan suci ini terbentur hukum langit yang akan memusnahkan seluruh bangsa butterfly.

salahku?

lalu pertemuanku dengannya, bukankah langit yang mengaturnya? saat aku menemukan Juri dalam keadaan sekarat di tempat ini. saat aku merawat dan kemudian mencintainya? aku tak pernah menuliskan sendiri seluruh takdirku bukan?
kenapa langit kemudian mempermainkanku dengan mudahnya? pada akhirnya nasib benar-benar menghancurkan semuanya.

"aku punya rasa sakit yang sama, melihatmu seperti ini rasanya aku akan hancur." setetes air mata Juri meluncur jatuh di akhir kalimatnya. nafasku tertahan sesak, melihat sebuah luka yang sama di balik wajah kukuhnya. sekilas aku melihat sosokku dalam pandangan matanya yang perlahan tenggelam dalam aliran waktu. sebelah tanganku kemudian menangkup wajahnya yang menunduk, membuatnya menatap lurus mataku yang basah. jemariku membelai lembut sisi wajahnya, dengan air mata yang tak bisa berhenti dari kedua mataku. aku terus membelainya.

Bunyi sebuah lonceng bergaung susul menyusul seirama hembusan angin. membuat Juri tersentak dan menjauhkan wajahnya. ia kemudian berdiri dan mengembangkan sepasang sayap hitamnya.

"Juri!!" aku bangkit dan memeluk tubuhnya dengan erat, menjatuhkan banyak air mataku di bahunya dengan sejuta luka yang turut mengalir.

"aku akan selalu melihatmu dari atas sana Leda, sungguh. aku mencintaimu..."

Juri melepaskan pelukanku dan perlahan bergerak mundur. dalam sekejap bayangannya benar-benar hilang dari pandanganku. ia benar-benar telah lenyap dari mataku. dengan dipayungi cakrawala aku bernaung dalam bayangan. melepas kepergiannya dengan luka abadi yang terukir di langit yang membentangkan jarak kami.

selamanya aku tak akan bisa berhenti. kesalahanku tak akan pernah hilang, terikat kekuatan langit. selamanya kakiku terantai di tanah. dalam kenyataan yang retak, mimpiku telah hancur. jika perasaan suci ini adalah sebuah kesalahan maka aku akan menghapusnya dengan darah. sejak rentang waktu memutus bayangan tentangnya dimataku, sejak itulah aku telah kehilangan jiwa.

sebuah kilat biru dari dua ujung jariku meretas aliran darah utamaku. menampilkan merah luka yang sesungguhnya. membaringkanku kembali di tempat semula. cairan merah itu terus mengalir tanpa arti, meninggalkan raga yang sudah kosong. dalam nafasku yang berat mengalun, suara gaung kehidupan menggema menjauh. aku akan terus tertidur sendiri di dunia yang sepi tanpa nafasnya. setidaknya aku tak akan menghancurkan kehidupan butterfly dengan kesalahanku. jantungku akhirnya mulai melambat, dan pandanganku mulai kabur. nafasku pun perlahan mengurai...

seiring dengan bisikan suara yang menyebarkan keputusasaanku dan air mata melarutkan aku...


  ~~~ Owari ~~~






bacot session :
gaje banget kan? =w=) mahap yah~
etto, ini sebenernya pengalaman pribadi yang diberi sedikit sentuhan ke"lebay"an author *curcol*
sebenernya mau pake pair 'ai x yuuto' *dibantai istri2 yuuto* tapi ga jadi, soalnya endingnya begono *plak
akhirnya setelah proses audisi(?) Juri dan Leda lolos kualifikasi XDa
jangan tanya kenapa ga kazuki x yuuto, saya ga mau!
udah numpuk ampe dilumutin noh ff juki x yuuto yg sad ending, saya ga mau lagi DX

1 komentar:

  1. *thumbs up!!*
    baca Fanfic saya juga ya :) salam kenaaall
    http://lynx-rouluhi.blogspot.com/2013/12/ff-you-are-my-catalyst-part-1.html

    BalasHapus