Duality of mind

Senin, 21 Februari 2011

Chimamire no ai [血まみれの愛。] Chapter 2


author: aiu, ciel.
tittle: Chimamire no ai [血まみれの愛。] 
genre: friendship.
rating: T
fandom: anak CI. XD
pairing: baru dievha x nae, yg lain nyusul.
note: (aiu) gw suka bagian mawar berdarahnya... XDD ga nyangka gw berbakat. *plakplakplak
(ciel) no comment *yawn (ngelanjutin cerita subuh")



 malam ini Gin tidak bisa memejamkan matanya. ia hanya berguling ke sana ke mari, tanpa bisa memejamkan mata sedikit pun. terlalu banyak hal yang mengisi pikirannya, sehingga membuatnya sulit terpejam. hal yang paling memenuhi pikirannya tentu saja rose. gin bangun dari tidurnya, kemudian mengambil kertas misterius bertuliskan 'Tanganmu kotor. jauhkan dari juliet'. gin berpikir keras, mencoba menerka siapa pengirim surat misterius itu. mungkin akan mudah bagi Gin menebak pengirim surat misterius itu,jika surat itu berisi tulisan tangan. namun kertas itu bukan berisi tulisan tangan, hanya sobekan huruf-huruf yang di ambil dari koran atau majalah dan kemudian di jadikan tempelkan satu persatu di sebuah kertas baru.
          "aarrggh...aku tak bisa tenang.." gin mengacak-acak rambutnya sendiri.
          "siapa pengirim surat ini? siapa juliet yang di maksud? rose? arrgghh.. siapa pun itu, pasti dia sudah gila.."
          gin semakin terjebak dalam pikirannya sendiri, yang hanya dipenuhi oleh senyum manis rose.

         suara telepon berdering kencang, memecahkan malam yang hening. membuat aiu tersentak dari lamunannya. dengan malas ia menghampiri telepon yang masih berdering. ada ketakutan tersendiri ketika ia mendengar dering telepon. lama ia hanya memperhatikan. tak lama kemudian telepon itu mati dan kemudian berdering lagi, terus begitu sampai yang kelima kalinya, barulah aiu mengangkat teleponnya.
          "siapa?"
          "ini aku gin..hei ai aku..." aiu memotong kalimat gin yang belum selesai.
          "kau pikir tidak ada hari esok ha?? mau apa menelponku malam-malam begini?? kau tau bagaimana aku membenci dering telepon yang sering menerorku..kau ini..."
          "ma..maaf ai. sumpah demi rose,bukan aku yang sering menerormu. lagipula aku tidak bisa menghubungi handphonemu.."
          "ah..aku lupa di mana handphoneku.."
          "hilangkan kebiasaan burukmu itu, oya bagaimana keadaan rose, dia baik-baik saja kan? dia sudah minum obat kan? tadi dia makan malam dengan apa? dia sudah tidur atau belum? kalau belum aku ingin mendengar suaranya, sebentar saja..bolehkah?"
lama menunggu, namun gin tak mendengar jawaban, hanya hening.
          "hei ai..kau masih disana?" lagi-lagi tak ada jawaban.
          "aiu berhenti permainkan aku..!!" gin membentak, ia mulai kesal. antara kesal dan khawatir sebenarnya.
          " ah..maaf..maaf..tadi aku mencari handphoneku..hahha, oya ada perlu apa?"
          "selalu saja buat aku jengkel,yasudah lupakan.. aku ingin bicara dengan rose."
         gin menekan kata-katanya yang mulai meninggi, ia benar-benar jengkel. kata-katanya yang panjang lebar itu tak didengar ai.
          "tidak bisa..ia tidur..besok saja."
          "baiklah, besok ada hal penting yang ingin ku bicarakan. sekarang kau tidurlah, bye." gin memutuskan telponnya. ia berbaring mengingat-ingat wajah rose dan membawanya ke alam mimpi.

         rose melangkah masuk ke dalam kelasnya. yuu dan miu belum datang. hanya ada ikki dan rama di pojokan kelas. tertawa-tawa nista sambil memandangi layar handphone. melihat kedatangan rose, mereka berhenti tertawa.
          "pagi rose.." sapa ikki. sedangkan rama sibuk memasukan handphonenya ke dalam saku.
          "pagi ikki, pagi rama. kalian sedang apa? sepertinya seru sekali." tanya rose polos.
          "eng..kita sedang lihat video hen..." tiba-tiba mulut rama di bekap oleh ikki. membuatnya tak mampu melanjutkan kata-katanya, bahkan tak mampu bernafas. rose bingung melihat tingkah mereka.
          "hahha..rose tak usah pedulikan rama..dia tak tau apa-apa..hahhha.." ikki masih membekap mulut rama.
          tak lama kemudian miu dan yuu datang. mengalihkan perhatian rose dari dua mahluk nista itu. setelah melihat yuu dan miu datang, ikki baru melepaskan tangannya yang membekap rama.
          "rose..kau sudah masuk sekolah. ku pikir kau masih sakit?" miu memandangi wajah rose yang masih agak pucat.
          "aku sudah baikan kok miu. terima kasih sudah menjenguk. lagipula aku bosan hanya diam di rumah kak aiu"
seseorang berambut perak masuk ke kelas, saat mereka sedang berbincang-bincang.
          "pagi rose..ku pikir kau belum masuk sekolah. apa kau sudah baikkan?"
gin menghampiri rose, kemudian menempelkan punggung tangannya di kening rose. di perlakukan seperti itu wajah rose langsung memerah.
          "a..aku..sudah baikan kok." rose tidak bisa menyembunyikan wajahnya yang merah padam.
          "hei..kau terlihat manis..hahha..nanti mau ku antar pulang?" gin mencoba mengajak rose pulang bersama.
          yuu dan miu memilih untuk menyingkir, mereka sudah paham dengan situasi.
          "ta..tapi..kak ai bagaimana? dia pulang dengan siapa?" rose menunduk menyembunyikan wajahnya.
          "kau tak perlu khawatirkan dia. jadi bagaimana, kau mau?"

         "gin..!! kemari kau.." aiu berteriak dari luar kelas, memanggil nama gin dengan lantang.
          "ck..tak sopan..kapan dia bisa sedikit lembut? gin menggerutu dalam hatinya. tapi toh ia menghampirinya juga. "kau ini...tak bisakah sedikit feminin?" tanya gin ketus.
          "apa maksudmu? hh... terserahlah.. oya, apa kau yang meletakan mawar di depan pintu apartemenku?" aiu menunjukan mawar merah di tangannya. gin mengernyitkan alisnya.
          "tidak..bukan aku..eh, kau tak suka bunga kan? sini buat ku saja," dengan segera gin mencoba mengambil bunga mawar itu, namun aiu menepis tangannya.
          "eh..enak saja.. lebih baik ku berikan padanya, dia pasti senang.. aku suka melihat senyumnya.."
          "eh?? kau suka seseorang? siapa? beritahu aku.."
          "ck..kau ini,tak bisakah sedikit maskulin? kau terlalu bawel."
          gin tersentak, kata-katanya tadi dikembalikan dengan telak oleh aiu. ya seperti itulah mereka,namun mereka tak pernah bertengkar hebat, hanya perdebatan perdebatan kecil yang mewarnai persahabatan mereka. kejujuran dan saling menerima kekurangan dalam bersahabat yang membuat persahabatan mereka bertahan lama. mengubur kebohongan kecil sama saja dengan menyimpan bom waktu yang suatu saat dapat menghancurkan hubungan persahabatan.
          "jadi untuk siapa bunga itu?" tanya gin
          " my uke.. " aiu tersenyum, dan kemudian berlalu meninggalkan gin.

         di salah satu sudut ruangan di kampus Akuma, dua orang sedang bercanda dan tertawa-tawa. nae merebahkan kepalanya di pundak dievha. dengan lembut dievha mengelus-elus rambut uke'nya itu. di sudut lain,bayangan seseorang dengan mawar di tangannya memperhatikan mereka berdua dari kejauhan. genggaman pada batang mawar itu tampak makin erat, tak lama kemudian darah menetes dari tangan yang menggenggam mawar itu. duri-duri di mawar itu merobek kulit, memberi jalan pada darah segar untuk menetes keluar. mawar itu kemudian terjatuh di atas lantai yang penuh dengan tetesan darah. tak lama kemudian bayangan itu perlahan menjauh, meninggalkan jejak mawar yang membisu.
          seseorang menghampiri mawar itu, lalu mengambilnya. dihirupnya wangi mawar itu sambil memandangi bayangan sang pembawa mawar yang kian lama kian menjauh. dengan penuh perasaan dijilatnya kelopak dan batang mawar yang masih menyisakan sedikit darah.
          "my juliet..." bisiknya lirih, darah segar mengalir dari sudut bibirnya saat ia tersenyum. duri mawar itu juga merobek bibir tipisnya.


          Ciel menjilat tangan yang yg penuh darah pemujanya, mantan pemujanya sekarang. Ia mengambil kepala siswi itu yg telah terpisah dari badanya. Sambil membersihkan sisa darah disekitar bibirnya, ia memotong sebelah telinga korbanya. Darah mengalir dari telinga yg terpotong itu.
          "Ciumanku hanya untuk julietku, manis" ciel membelaikan jarinya disekitar tempat yg kemarin dia ciumi.
          Ciel memasukan kepala itu ke dalam toples yg berlabel "telinga yg berdosa"
         Casanova itu berdiri di depan lemari kayu antik koleksinya dan menderetkan toples yang berisi kepala hanya dengan 1 telinga disamping toples yang berisi sebuah tangan yang mengenakan sebuah cincin berbentuk hati. Sekarang ia membuka lemari kayu reok dibawahnya, isi toplesnya lebih sedikit dari lemari antik dan hanya terdapat satu toples penuh tangan yang sudah tidak berkulit, hangus atau tidak berbentuk lagi. Ia mengeluarkan toples besar itu, mengambil sebuah tangan, dan meludahnya dengan sangat jijik.
         "Koleksi yang tidak berharga, benar-benar buruk. tapi memang inilah dosa yang harus kalian tebus"
         Ciel meringis. Ia melihat jam yang telah dimodifnya sendiri menggunakan jari tangan seorang gadis yang menurutnya cukup manis tetapi sangat bodoh. jari telunjuk jam itu menunjukan pada angka 11 dan jari kelingking jam itu menunjukan pada angka 10.
         "Sebentar lagi aku harus melakukanya, setelah menyelesaikan semua ini"
         Ciel memasukan tangan yg diambilnya tadi ke dalam kotak, menulis sesuatu dan membungkusan seadaanya. sakitnya semakin membuatnya meringis. dengan tangan yg gemetar, ia mencabut foto julietnya dan segera menekan tombol redial pada hpnya. nafasnya memburu, telepon pertama, telepon kedua, teleponn ketiga, dan telepon keempat tidak ada jawaban dari seberang sana. ia mencoba menelepon sekali lagi dan pada akhir deringan ia mendengar mesin penjawab telpon aktif. ia diam cukup lama, kira-kira 5 detik dia akhirnya mengucapkan sesuatu.
         "Selamat malam juliet-ku. Sepertinya hari ini kau terlihat sedih. apa mawarku tidak cukup menghiburmu ? atau dia telah melukai tanganimu yang indah ? kau tidak mungkin tidak menyukainya, aku sangat yakin kau akan suka. tapi jangan pernah membuang mawar itu seperti tadi, aku kecewa pemberianku tidak kau jaga baik. kalau kau tidak puas, aku akan mengirim mawar itu setiap hari. jika aku melihat lagi kau membuangnya, aku akan mengirim double mawar lainya. aku memujamu dan mengawasimu"
         Ciel menutup teleponya. ia merebahkan tubuhnya dikasur yg masih penuh darah dan beberapa organ gadis tadi yg belum sempat dia bereskan. ia kurang puas karena malam ini dia tidak bisa mendengar suara julietnya. mungkin dia sudah tidur, pikirnya. sakit yg tadi menyerangnya sudah hilang. sejak awal memang inilah hal yg paling dia butuhkan, obat untuk rasa kecewanya.
        Ia bangun dari kasurnya dan mengambil pisau penuh darah tadi dan melempar pisau itu ke arah foto seorang pria dengan senyum liciknya.
       "Satu tangan kotor yang menodai juliet-ku" Pisau itu tepat menancap dimata sebelah kanan foto pria itu.

-bersambung-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar